JAKARTA, Cobisnis.com – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) memperkirakan ekonomi Indonesia di tahun 2026 akan tetap berada pada jalur positif dengan proyeksi pertumbuhan sebesar 5,28%. Optimisme ini dipaparkan melalui BSI Sharia Economic Outlook 2026 bertema “Indonesia 2026: Resilient, Bold, and Promising” yang disusun oleh Office of Chief Economist BSI.
Chief Economist BSI, Banjaran Surya Indrastomo, menjelaskan bahwa pandangan ekonomi 2026 didasarkan pada delapan faktor utama, mulai dari normalisasi perdagangan global, aliran aset ke emerging markets, penguatan daya tarik Rupiah, hingga agenda hilirisasi dan prioritas kebijakan pemerintah. “Kombinasi faktor-faktor ini membuat Indonesia memasuki 2026 dengan modal yang relatif kuat meski ketidakpastian global tetap ada,” jelasnya.
BSI menyebutkan ekonomi dunia pada 2026 diprediksi tumbuh di kisaran 3,2% menurut IMF, dengan Asia—khususnya ASEAN—menjadi pusat pertumbuhan baru. Namun, sejumlah risiko tetap perlu diwaspadai termasuk tingginya utang negara, potensi bubble aset, tensi perdagangan, fragmentasi ekonomi global, serta perubahan pola dagang akibat produktivitas berbasis AI.
Dari sisi kebijakan global, The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga acuan sekitar 50 basis poin ke rentang 3,25–3,50%. Kondisi ini dinilai dapat mendorong rotasi aset menuju emerging markets seperti Indonesia. BSI juga menyoroti emas sebagai aset lindung nilai yang semakin diminati, seiring peningkatan pembelian oleh bank sentral dunia serta permintaan investor yang terus naik sepanjang 2025.
Proyeksi Ekonomi Domestik 2026
BSI memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,28%, meningkat dari perkiraan pertumbuhan 2025 sebesar 5,04%. Pertumbuhan ini didukung oleh:
konsumsi rumah tangga yang tetap kuat,
peningkatan investasi terutama PMDN,
kebijakan fiskal pemerintah yang ekspansif namun tetap terukur.
Inflasi 2026 diperkirakan berada di angka 2,94%, sementara BI Rate berpotensi turun bertahap hingga 4,25% pada akhir tahun. Stabilitas Rupiah akan ditopang oleh potensi masuknya modal asing, cadangan devisa sekitar US$150 miliar, serta optimalisasi instrumen SRBI dan pasar obligasi domestik. Yield SBN 10 tahun diperkirakan rata-rata 6,49%.
Agenda hilirisasi diproyeksikan tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan. Sektor industri pengolahan, perdagangan, transportasi, akomodasi & makan minum, serta jasa informasi-komunikasi diprediksi tumbuh di atas rata-rata PDB.
Di sisi investasi, realisasi kuartal III 2025 sebesar Rp491,4 triliun menunjukkan momentum positif. Ke depan, PMDN diperkirakan menjadi motor utama investasi nasional, sementara PMA akan lebih selektif dan menyasar sektor bernilai tambah tinggi.
Ekonomi dan Keuangan Syariah Menguat
BSI menilai keuangan syariah akan menjadi pilar penting dalam perekonomian 2026. Total aset keuangan syariah diproyeksikan meningkat dari Rp3.158 triliun pada 2025 menjadi sekitar Rp3.508 triliun di 2026 (tumbuh 14,8%).
Aset perbankan syariah diprediksi mencapai Rp1.205 triliun, pembiayaan tumbuh hampir 11,9% menjadi Rp794 triliun, dan DPK naik 12,55% ke Rp952,9 triliun.
Di level konsumsi, industri halal terus menunjukkan tren positif. Konsumsi produk halal domestik diperkirakan mencapai US$259,8 miliar di 2026 atau tumbuh sekitar 5,88%. Sektor ini diprediksi menyumbang lebih dari 30% konsumsi rumah tangga Indonesia.
Kontribusi ekspor produk halal juga signifikan, diperkirakan mencapai US$73,9 miliar atau meningkat sekitar 8,73%.
Melalui BSI Muslim Consumption Index, BSI mencatat bahwa konsumsi Muslim Indonesia terus meningkat namun semakin selektif, dengan kenaikan pada kategori makanan-minuman halal, kosmetik halal, kesehatan, pendidikan, hingga perjalanan ibadah.
Penerimaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan (ZIS-DSKL) juga diperkirakan meningkat dari Rp44,56 triliun pada 2025 menjadi Rp52,66 triliun pada 2026.
Banjaran menegaskan bahwa peluang Indonesia memasuki fase pertumbuhan yang lebih kuat terbuka lebar pada 2026. “Risiko global tetap ada, tetapi dengan kebijakan yang tepat dan penguatan sektor ekonomi syariah, Indonesia berpotensi melaju menuju pertumbuhan yang lebih inklusif dan berkelanjutan,” ujarnya.