JAKARTA, Cobisnis.com – Fo Tiao Qiang dikenal sebagai salah satu sup paling legendaris dan paling lama dimasak di dunia. Hidangan khas China dari Provinsi Fujian ini bisa diproses hingga 24 jam bahkan mencapai tiga hari dalam versi tradisionalnya.
Nama Fo Tiao Qiang secara harfiah berarti “Buddha Melompati Tembok”. Sebutan ini muncul karena aroma sup yang sangat kuat dan menggoda, hingga diceritakan mampu membuat seorang biksu melanggar pantangannya demi mencicipi hidangan tersebut.
Keistimewaan Fo Tiao Qiang terletak pada proses memasaknya yang tidak instan. Setiap bahan dimasak secara terpisah terlebih dahulu dengan api kecil, sebelum akhirnya digabung dalam satu wadah tertutup untuk proses slow cooking lanjutan.
Total waktu memasak yang sangat lama bertujuan untuk membangun kedalaman rasa, menghilangkan bau amis bahan laut, serta menghasilkan kaldu yang sangat kaya dan jernih. Proses ini menjadikan Fo Tiao Qiang sebagai simbol kesabaran dalam dunia kuliner.
Bahan yang digunakan juga tidak sembarangan. Fo Tiao Qiang biasanya berisi abalone, teripang, sirip hiu, kerang kering, ayam tua, bebek, daging babi, hingga ham Jinhua yang terkenal mahal di China.
Selain itu, sup ini juga diperkaya dengan jamur shiitake kering, ginseng, goji berry, serta arak Shaoxing sebagai penambah aroma. Total bahan dalam satu sajian bisa mencapai lebih dari 20 jenis bahan premium.
Secara sejarah, Fo Tiao Qiang mulai dikenal pada masa Dinasti Qing sekitar abad ke-19. Hidangan ini awalnya disajikan secara terbatas untuk jamuan bangsawan, pejabat tinggi, dan acara kenegaraan yang bersifat eksklusif.
Karena kerumitan proses dan mahalnya bahan, Fo Tiao Qiang tidak pernah menjadi makanan sehari-hari masyarakat. Sup ini selalu identik dengan perayaan besar, penyambutan tamu kehormatan, dan jamuan resmi berskala tinggi.
Di era modern, Fo Tiao Qiang tetap menjadi simbol prestise. Harga satu porsi di restoran kelas atas China bisa mencapai Rp 5 juta hingga Rp 30 juta, tergantung kualitas bahan dan lamanya proses memasak.
Dari sisi ekonomi, Fo Tiao Qiang turut menggerakkan industri kuliner premium. Permintaan terhadap bahan laut langka dan bahan herbal berkualitas tinggi ikut meningkatkan nilai perdagangan sektor pangan mewah.
Secara sosial, Fo Tiao Qiang juga mencerminkan budaya kuliner China yang mengedepankan proses panjang, ketelitian, dan filosofi keseimbangan rasa. Masakan ini bukan sekadar makanan, tetapi bagian dari identitas tradisi.
Hingga kini, Fo Tiao Qiang masih dipertahankan sebagai warisan kuliner klasik yang memperlihatkan bagaimana sejarah, budaya, ekonomi, dan teknik memasak bertemu dalam satu hidangan.