JAKARTA, Cobisnis.com – Pandawara Group menginisiasi gerakan patungan membeli hutan sebagai upaya mencegah alih fungsi lahan yang dinilai makin masif di berbagai daerah. Ide yang awalnya disebut hanya “lamunan” itu kini berubah menjadi gerakan publik yang nyata dan mendapat respons luas.
Gerakan ini muncul setelah bencana besar di Sumatra berupa banjir bandang dan longsor yang menewaskan ratusan orang. Banyak potongan kayu besar hanyut bersama arus, menjadi penanda kuat bahwa kerusakan hutan sudah berada di titik mengkhawatirkan.
Pandawara menilai persoalan lingkungan tak bisa terus dibebankan hanya kepada pemerintah. Menurut mereka, masyarakat juga punya peran langsung dalam menjaga aset alam, salah satunya dengan mengamankan hutan dari ancaman alih fungsi komersial.
Ajakan tersebut langsung disambut oleh dua figur publik. Denny Caknan menyatakan komitmen menyumbang Rp1 miliar, sementara King Abdi, chef sekaligus kreator konten, ikut berpartisipasi sebesar Rp500 juta. Total donasi awal yang terkumpul mencapai Rp1,5 miliar.
King Abdi melalui media sosialnya menegaskan bahwa hutan tidak boleh terus-menerus menjadi korban kepentingan ekonomi jangka pendek. Menurutnya, hutan adalah penyangga kehidupan bagi manusia, satwa, air, dan udara yang tidak bisa digantikan dengan uang semata.
Langkah Pandawara ini sejalan dengan kisah inspiratif Rosita di Megamendung, Bogor. Berawal dari mimpi almarhum suaminya untuk tinggal di hutan, Rosita memilih menjual aset keluarga demi membeli lahan kritis bekas perkebunan singkong seluas 2.000 meter persegi.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat sekitar 5.700 hektare hutan Puncak hilang sepanjang 2000–2016. Sementara Forest Watch Indonesia mencatat perubahan tutupan lahan mencapai 2.300 hektare sepanjang 2017–2024.
Kondisi awal lahan yang dibeli Rosita sangat memprihatinkan. Tanah bersifat sangat masam dengan pH 2,5–4, kering, tanpa air, serta nyaris tanpa kehidupan fauna. Namun upaya pemulihan dilakukan secara konsisten dari tahun ke tahun.
Setelah tiga tahun, dua mata air yang sempat mati kembali hidup. Dalam 25 tahun, kawasan tersebut berkembang menjadi hutan organik seluas 30 hektare, dengan 125 jenis pohon, 25 jenis burung, 10 jenis herpetofauna, dan sekitar 60 jenis serangga.
Kini kawasan tersebut menjadi sumber pangan, air, udara bersih, hingga ruang belajar bagi sekolah, mahasiswa IPB, dan aktivis lingkungan. Kisah Rosita menjadi bukti bahwa hutan tidak tumbuh dari slogan, melainkan dari komitmen dan kesabaran jangka panjang.
Gerakan Pandawara pun dipandang sebagai penguat kesadaran kolektif bahwa menjaga hutan bukan sekadar isu lingkungan, tetapi juga menyangkut keselamatan, ekonomi warga, dan keberlanjutan generasi mendatang. Partisipasi publik menjadi kunci agar gerakan ini tidak berhenti sebagai tren sesaat.