Jamkrindo

Harga Minyak Naik Dipicu Ketegangan Timur Tengah dan Diskusi Serangan Israel ke Fasilitas Minyak Iran

Oleh Saeful Imam pada 05 Oct 2024, 15:00 WIB

Konflik Iran dan Israel bisa picu kenaikan harga minyak

JAKARTA, COBISNIS.COM - Harga minyak dunia diperkirakan mengalami kenaikan mingguan sebesar 9% akibat kekhawatiran investor terhadap dampak konflik yang meluas di Timur Tengah. Ketakutan meningkat setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengungkapkan bahwa AS sedang membahas potensi serangan Israel terhadap fasilitas minyak Iran. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan terganggunya aliran minyak mentah global.

Pada Jumat (4/10) pukul 20.23 WIB, harga minyak mentah Brent berjangka naik 0,85% menjadi US$ 78,28 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS juga naik 0,85% ke level US$ 74,34 per barel. AS sedang mempertimbangkan apakah akan mendukung langkah Israel dalam menyerang fasilitas minyak Iran sebagai respons terhadap serangan rudal Teheran ke Israel.

Analis riset komoditas JPM menyebutkan bahwa Israel kemungkinan akan menargetkan kilang minyak atau terminal ekspor utama Iran di Pulau Kharg, yang berpotensi mengganggu pendapatan minyak negara tersebut. Namun, mereka juga menambahkan bahwa opsi ini mungkin tidak disukai oleh pemerintah AS yang ingin menghindari gangguan di pasar minyak, terutama menjelang pemilihan presiden di Amerika.

Iran, melalui pernyataan wakil komandan Garda Revolusi Ali Fadavi, mengancam akan menyerang instalasi energi dan gas Israel jika negara itu melancarkan serangan terhadap Iran. Sebagai anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), Iran memproduksi sekitar 3,2 juta barel minyak per hari, atau setara dengan 3% dari produksi minyak global.

Kendati kekhawatiran atas pasokan minyak semakin meningkat, hingga kini pasokan minyak mentah global belum terganggu meski ketegangan di Timur Tengah terus berlanjut. Sementara itu, pasar minyak juga dipengaruhi oleh kapasitas produksi cadangan OPEC yang membatasi peningkatan harga secara signifikan.

Di tengah situasi ini, kabar baik datang dari Libya. Pemerintah Libya dan National Oil Corp sepakat membuka kembali ladang minyak dan terminal ekspor setelah menyelesaikan perselisihan terkait kepemimpinan bank sentral. Langkah ini diperkirakan akan memungkinkan Libya untuk menggandakan produksi minyaknya hingga mencapai 1,2 juta barel per hari, yang sedikit meredakan kekhawatiran global terkait pasokan.