Jamkrindo

Kuasa Hukum Jimmy Masrin: Pengadilan Tipikor Tidak Memiliki Kewenangan Tangani Kasus LPEI

Oleh Desti Dwi Natasya pada 15 Aug 2025, 13:58 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com – Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pembiayaan ekspor Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) digelar di Pengadilan Negeri Kelas IA Jakarta Pusat dengan agenda pembacaan eksepsi. Tiga terdakwa yang terlibat berasal dari PT Petro Energy, yaitu Newin Nugroho selaku Direktur Utama, Susy Mira Dewi Sugiarta sebagai Direktur Keuangan, serta Jimmy Masrin yang menjabat Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT Petro Energy.

Kuasa hukum Jimmy Masrin, Dr. Soesilo Aribowo, S.H., M.H., menegaskan bahwa perkara ini tidak semestinya diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Menurutnya, berdasarkan Undang-Undang LPEI dan Undang-Undang Tipikor, masalah ini lebih tepat dikategorikan sebagai perkara perdata atau pidana umum, dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pihak yang memiliki otoritas untuk menangani.

Ia mengacu pada Pasal 43 ayat 2 UU LPEI No. 2 Tahun 2009 serta Pasal 14 UU Tipikor, yang menyebut bahwa dugaan korupsi di lingkungan LPEI tidak termasuk tindak pidana korupsi. Soesilo menilai hal ini otomatis meniadakan kewenangan Tipikor untuk memproses kasus tersebut.

Soesilo juga menyoroti bahwa penyelidikan KPK hanya sampai tahun 2019. Padahal, di tahun itu PT Petro Energy menjalani proses PKPU dan akhirnya dinyatakan pailit setelah LPEI, sebagai kreditur terbesar dengan porsi 71 persen, menolak restrukturisasi utang. Pasca putusan pailit, seluruh kewajiban pembayaran utang diambil alih oleh Jimmy Masrin dan hingga kini cicilan masih dibayarkan secara rutin.

“Tidak ada bukti bahwa klien kami mengetahui penggunaan invoice palsu seperti yang tercantum di dakwaan. Bahkan, isu suap yang sempat berkembang di publik tidak pernah menjadi bagian dari dakwaan resmi,” ujar Soesilo.

Pihaknya menegaskan bahwa batas akhir pelunasan utang baru jatuh pada 2028, sehingga kerugian negara belum terjadi. Ia juga menilai perhitungan kerugian negara dalam dakwaan tidak logis karena disamakan dengan jumlah kredit awal, tanpa memperhitungkan cicilan yang sudah berjalan sejak 2016.

Selain itu, eksepsi menyoroti prinsip equal treatment. Soesilo menyebut hingga saat ini belum ada proses hukum terhadap pihak internal LPEI yang terlibat dalam proses pembiayaan tersebut.

Ia juga mempertanyakan penahanan Jimmy Masrin pada 20 Maret 2025, yang dilakukan sebelum hasil audit kerugian negara keluar pada 7 Juli 2025. Menurutnya, penindakan seharusnya dilakukan setelah pembuktian. Ia mengingatkan bahwa membawa semua masalah kredit pemerintah ke ranah Tipikor dapat memicu kekhawatiran investor dan berdampak buruk pada iklim investasi nasional.

“Atas dasar semua fakta tersebut, kami meminta agar majelis hakim menyatakan Pengadilan Tipikor tidak berwenang mengadili perkara ini dan dakwaan tidak dapat diterima,” tutup Soesilo.