Jamkrindo

Operasi Pasar SPHP Dinilai Belum Mampu Jinakkan Harga Beras

Oleh Farida Ratnawati pada 01 Sep 2025, 16:54 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com - Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menilai upaya pemerintah menjinakkan harga beras hingga saat ini belum sepenuhnya efektif.

Meskipun di beberapa provinsi harga mulai turun, di wilayah lain harga masih bertahan tinggi bahkan melampaui harga eceran tertinggi (HET).

Mengutip data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan yang diolah Badan Pusat Statistik (BPS), rerata harga nasional beras medium di zona 1 pada pekan ketiga Agustus 2025 tercatat Rp 14.005 per kg, sementara premium Rp 15.437 per kg.

Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan Juli 2025 dan masih berada di atas HET. Kondisi serupa juga terjadi di zona 2 dan zona 3 dengan harga rerata mencapai Rp14.872 per kg hingga Rp 20.709 per kg.

"Setidaknya ada tiga penyebab operasi pasar Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) belum efektif, Bulog masih berburu gabah di pasar melalui mitra maklun, dan surplus produksi turun. Ketiga faktor saling terkait dan saling memperkuat satu sama lain," katanya, Jumat, 29 Agustus.

Menurutnya, ada beberapa langkah alternatif yang bisa dilakukan pemerintah. Pertama, mengefektifkan operasi pasar SPHP dengan melibatkan pedagang di pasar induk maupun penggilingan padi yang memiliki jejaring distribusi luas.

"Caranya, menggandeng pedagang di pasar, termasuk pedagang di pasar induk. Pedagang pasti memiliki jejaring pemasaran. Jejaring yang luas memungkinkan penyaluran operasi pasar berjumlah besar dan cepat," ujar Khudori.

Kedua, operasi pasar harus dikombinasikan dengan penyaluran tetap seperti Raskin di masa lalu yang terbukti mampu menekan harga beras. Ia mencontohkan, bantuan pangan beras kepada 18,3 juta keluarga penerima manfaat perlu dilanjutkan hingga akhir tahun, bahkan diperbesar volumenya menjadi 15 kilogram per keluarga per bulan.

Ketiga, Bulog harus memastikan kualitas beras SPHP dan bantuan pangan tetap terjaga. Pasalnya, sebagian stok saat ini sudah berusia lebih dari setahun dan berpotensi menurun mutunya. Khudori juga mengingatkan agar kebijakan perberasan tidak dijadikan ajang pencitraan politik.

"Otoritas kebijakan harus mengakhiri menggunakan beras sebagai ajang membangun pencitraan. Saat ini tensi politik beras sudah terlalu tinggi. Perlu diturunkan. Pada saat yang sama, aparat penegak hukum harus hati-hati. Jangan sampai penindakan hukum justru jadi ajang kriminalisasi dan alat pencitraan pejabat publik," pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman melaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto bahwa harga beras di sejumlah wilayah mulai turun. Laporan tersebut ia sampaikan saat mengikuti rapat kabinet di kediaman pribadi presiden yang berada di Hambalang, Bogor, pada 21 Agustus 2025.

Penurunan harga beras tersebut berdasarkan data dari Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas). "Kami laporkan sesuai data yang kami terima dari Bulog dan Bapanas, harga di 13 provinsi sudah turun," kata Amran.