JAKARTA, Cobisnis.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap hasil penyelidikan awal yang dilakukan penyidik di Arab Saudi terkait dugaan korupsi penentuan kuota haji 2024. Temuan tersebut menjadi bagian dari penguatan alat bukti dalam proses penyidikan yang sedang berjalan.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan bahwa penyidik meninjau langsung kondisi kepadatan calon jemaah haji di sejumlah lokasi. Langkah ini dilakukan untuk menguji alasan pembagian kuota tambahan yang diterapkan Kementerian Agama pada 2024.
Menurut Asep, penyidik juga melakukan pengecekan fasilitas pendukung haji di Arab Saudi. Pemeriksaan lapangan ini penting untuk melihat keterkaitan antara kebijakan pembagian kuota dengan kondisi riil di lapangan.
Selain observasi langsung, penyidik KPK menemukan dokumen serta barang bukti elektronik yang relevan dengan penyelenggaraan haji 2024. Temuan tersebut diperoleh melalui koordinasi dengan Kementerian Haji Arab Saudi dan perwakilan Indonesia.
Dokumen yang dikumpulkan berkaitan dengan pengelolaan kuota, fasilitas jemaah, hingga mekanisme distribusi layanan. Seluruh temuan ini akan dianalisis untuk memperkuat konstruksi perkara dugaan tindak pidana korupsi.
Sebelumnya, KPK telah mengirim tim penyidik ke Arab Saudi untuk mendalami kasus kuota haji periode 2023–2024. Beberapa lokasi strategis yang dikunjungi antara lain Kantor KBRI dan Kementerian Haji Arab Saudi.
Kasus ini berangkat dari dugaan penyelewengan dalam pembagian 20.000 kuota tambahan haji yang diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia. Kuota tersebut seharusnya dibagi berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.
Dalam aturan tersebut, kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen, sementara kuota haji khusus sebesar 8 persen. Artinya, dari 20.000 kuota tambahan, seharusnya 18.400 dialokasikan untuk reguler dan 1.600 untuk khusus.
Namun, KPK menduga pembagian kuota dilakukan secara tidak sesuai aturan. Kuota tambahan tersebut diduga dibagi rata, masing-masing 10.000 untuk reguler dan haji khusus.
Perbedaan pembagian ini dinilai sebagai perbuatan melawan hukum karena mengubah proporsi yang telah diatur undang-undang. Praktik tersebut berpotensi menimbulkan ketidakadilan bagi calon jemaah reguler.
KPK menegaskan bahwa penyidikan masih terus berjalan dan tidak menutup kemungkinan adanya penetapan tersangka baru. Proses hukum ini diharapkan memberikan kejelasan serta memperkuat tata kelola penyelenggaraan ibadah haji ke depan.