Jamkrindo

Pertanggungjawaban OJK atas Pembiaran Kondisi Perusahan Asuransi Bermasalah

Oleh Farida Ratnawati pada 26 Jan 2023, 13:54 WIB

JAKARTA,Cobisnis.com - Penanganan AJB Bumiputera 1912 harus cepat, jitu/tepat sasaran, dan konstitusional, oleh karenanya harus melalui tahapan diagnosa yang tepat dan terukur dan berdasar secara yuridis dan obyektif dengan menggunakan indikator yang tepat dan terukur berdasarkan waktu serta kondisi yang telah dilalui dan prediksi di waktu yang akan datang.

Evaluasi dilakukan secara komprehensif dan transparan tanpa tebang pilih dari upaya-upaya yang telah dilakukan oleh seluruh pihak baik di internal AJB Bumiputera 1912 maupun Regulator (OJK) dan disajikan secara transparan agar masyarakat mengetahui, memahami, serta menjiwai permasalahan yang sesungguhnya terjadi.
Dengan menggunakan indikator waktu dari kondisi serta upaya-upaya yang telah dilakukan sepanjang 2016 hingga 2022 kiranya 6 tahun bukan waktu yang pendek sehingga sudah cukup dapat dinilai. Berdasarkan permasalahan yang sudah diuraikan ujungnya AJB Bumiputera 1912 memerlukan kearifan dan ketegasan OJK selaku Regulator dalam menentukan nasib AJB Bumiputera 1912. Penanganan menggunakan resep yang sistematis dan bukan sekedar menyinggung persoalan kesehatan keuangan AJB Bumiputera 1912 yang menurutnya menunggu Rencana Penyehatan Keuangan Perusahaan (RPKP) dari AJB Bumiputera 1912.

Proses penyusunan dan revisi yang terjadi berulang kali sejak sebelum terbentuknya Anggota BPA (sekarang Peserta RUA) pada Agustus 2022 hingga telah terbentuknya Peserta RUA Periode 2022- 2027 berdasarkan persetujuan OJK, hingga penghujung tahun 2022 belum juga usai, padahal permasalahan dan kondisi AJB Bumiputera 1912 jika dibandingkan dengan perusahaan asuransi jiwa lainnya tidak separah yang digaungkan, mengingat permasalahan AJB Bumiputera 1912 ini hanya karena mengalami stagnasi sehingga kegiatan operasionalnya tidak berjalan normal.

Permasalahan sumber daya manusia sejatinya menjadi persoalan mendasar namun OJK hanya menunggu sampai RPKP dapat disajikan oleh AJB Bumiputera 1912. Sedangkan di sisi lain OJK mempunyai kewenangan yang diberikan UU dan sesuai kapasitasnya mengetahui resep mujarab untuk AJB Bumiputera 1912, namun OJK mengabaikannya.

Disinyalir oknum-oknum masih bersarang di tubuh OJK yang mengakibatkan penyelesaian permasalahan AJB Bumiputera 1912 tidak kunjung jelas, sehingga pimpinan di OJK perlu melakukan revitalisasi sumber daya manusia dan jika perlu bersih-bersih oknum-oknum yang jelas-jelas mengabaikan kewenangan yang seharusnya digunakan. Satu dan lain hal kondisi masyarakat baik itu Pemegang Polis dan Pekerja yang ada di dalamnya tengah menunggu kepastian dari penantian panjang sejak klaim yang belum terbayarkan sejak tahun 2017 dan begitupun halnya hak Pekerja. Belum lagi masyarakat yang mengamati secara intensif, pada akhirnya dapat memberikan penilaian bahwa berasuransi menjadi investasi yang merugikan dan pada tingkat ketidakpercayaan yang kemudian daya beli masyarakat menjadi turun drastis.

AJB Bumiputera 1912 yang sesungguhnya mempunyai kekayaan dan aset yang masih ada saat ini pun akan tergerus sejalan dengan berjalannya waktu dan tanpa disadari akan menghasilkan liability yang tidak diduga akan terakumulasi.

Berharap OJK tidak mengabaikan dan membiarkan kondisi AJB Bumiputera 1912 semakin berlarut-larut, sudah saatnya marwah yang dimiliki OJK dijaga demi terlindunginya masyarakat dari potensi kerugian yang semakin besar satu yang mutlak harus dilakukan adalah menggunakan kewenangan yang diberikan UU dengan memperhatikan 2 hal fundamental, yaitu terpenuhinya sumber daya manusia yang mempunyai kapabilitas dan secara otomatis akan menentukan arah penanganan masalah AJB Bumiputera 1912 secara sistematis dan terukur.

Jika hal ini dilakukan dan terinformasikan secara transparan maka seluruh Pemegang Polis, Pekerja, dan Masyarakat dapat memaklumi dan menjiwai dari permasalahan yang sesungguhnya terjadi. Memberikan keyakinan itu sangat mendasar karena akan memberi rasa aman dan nyaman serta memulihkan kepercayaan, bukan sekedar terhadap Pemegang Polis dan Pekerja, namun perekonomian nasional yang berujung pada stabilitas perekonomian yang sedang dibangun sesuai misi UU P2SK.

Dalam kesempatan yang baik sejalan dengan telah normalnya kondisi negara pasca Pandemi Covid-19, semua pihak seluruh pemangku kepentingan yang berkompeten secara langsung terhadap keberlangsungan AJB Bumiputera 1912, senantiasa ajakan bersama-sama untuk evaluasi diri dan mendorong penyelesaian masalah yang dihadapi disertai dengan semangat penegakan aturan sebagai wujud kepatuhan dan demi kepentingan tertinggi yaitu eksistensi AJB Bumiputera 1912 yang membawa dampak untuk perlindungan kepentingan jutaan masyarakat, harus dimulai dari niat baik dan tulus dan semata-mata dari tindakan yang dilakukan oleh OJK dengan cepat dan tepat sasaran berdasarkan konstitusi merupakan suatu perbuatan baik untuk rakyat yang diniati untuk memperoleh ridha dari Allah SWT.

OJK dinilai gamang dan ragu dalam memberikan stimulus terhadap permasalahan AJB Bumiputera 1912. Selama ini pengawasannya tidak optimal dan belum menyentuh pada aspek yang fundamental. Treatment yang diberikan monoton dan belum diimbangi dengan analisis dan evaluasi yang memadati, khususnya pendalaman anatomi persoalan dan karakteristik bentuk hukum Usaha Bersama.

Seharusnya OJK membuka ruang publik untuk melakukan brainstorming mengingat AJB Bumiputera 1912 merupakan perusahaan asuransi jiwa satu satunya berbentuk Usaha Bersama, sehingga memerlukan keseluruhan pandangan, masukan, dan pendekatan teoritis, yuridis, sosiologis, dan pragmatis dari seluruh elemen. Bukannya menyerahkan sepenuhnya penyelesaian masalah kepada Organ Perusahaan untuk penyusunan RPKP yang jelas-jelas tidak memahami karakteristik bentuk Usaha Bersama. Penyusunan RPKP sudah berjalan sejak 3 tahun terakhir dan tidak kunjung tuntas dan/atau keputusan dalam bentuk pernyataan tidak keberatan dan akhirnya merugikan banyak pihak.

Organ Perusahaan sudah jelas-jelas sumber daya manusia nya tidak mempunyai kompetensi yang cukup, sehingga RPKP tidak akan melahirkan produk yang solutif dan justru menimbulkan konflik berkepanjangan. Sudah sejatinya OJK mempunyai terobosan mencari jalan keluar dengan membuka ruang publik untuk memperoleh partisipasi dari segala aspek disertai dengan pemberian relaksasi, sehingga konstruksi penyelesaian masalah AJB Bumiputera 1912 dapat terbentuk dan mengurai permasalahan yang selama ini mengalami kebuntuan.

Pekerja melalui Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912 beserta Pemegang Polis merupakan kekuatan terbesar dalam badan hukum Usaha Bersama yang telah dilindungi kepentingan konstitusional nya dan termaktub dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, bertekad untuk memperjuangkan kepentingan dalam mewujudkan jaminan perlindungan serta kepastian hukum, bergerak secara sistematis, terstruktur, dan masif demi terwujudnya normalisasi AJB Bumiputera 1912

Membongkar keseluruhan praktek praktek yang selama ini terjadi di tubuh AJB Bumiputera 1912 dan belum pernah diungkap, matinya birokrasi dan sistem organisasi di AJB Bumiputera 1912, termasuk pertanggungjawaban Otoritas Jasa Keuangan yang dengan sengaja telah membiarkan kondisi AJB Bumiputera 1912 semakin terpuruk, oleh karenanya Revolusi Mental harus dibangun secara berimbang, yaitu SDM pada Lembaga Jasa Keuangan dan juga SDM pada OJK nya, dan hal ini akan menjadi Gerakan Koalisi SP NIBA AJB Bumiputera 1912 bersama seluruh Pemegang Polis yang diwujudkan hingga tercapainya penyelamatan AJB Bumiputera 1912.

Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912 sebagai salah satu diantara pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya mempunyai tugas dan amanat dalam menunaikan kewajiban menyelamatkan kepentingan Pekerja sesuai UU dan berkomitmen pada tahun 2023 ini terlibat aktif dalam menyelamatkan AJB Bumiputera 1912 melalui cara-cara yang lebih konkret serta konstitusional.

OJK berkewajiban menyelesaikan permasalahan AJB Bumiputera 1912 agar tetap dapat melayani masyarakat Indonesia serta pembangunan perekonomian bangsa di tengah persaingan dan tekanan sistem kapitalisme yang mempunyai karakteristik bertolak belakang dengan sistem kerakyatan yang dianut Usaha Bersama sebagai ciri khas bangsa Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memiliki fungsi mengawasi, mengatur dan melindungi, salah satu bentuk dari perlindungan yang dilakukan oleh OJK yaitu melakukan penunjukan dan menetapkan penggunaan pengelola statuter.

Solusi konkretnya dalam bentuk kewenangan yang telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku berupa penunjukan dan penggunaan Pengelola Statuter terhadap Perusahaan-perusahaan asuransi yang sakit. Di dalam UU Nomor 4 Tahun 2023 semakin sistematis dan massif pengaturan kewenangan penunjukan dan penggunaan Pengelola Statuter pada lembaga-lembaga jasa keuangan selain perusahaan asuransi, artinya penggunaan kewenangan oleh OJK berupa penunjukan dan penggunaan Pengelola Statuter dinilai sangat efektif untuk memberikan penanganan secara intensif dalam rangka melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Hal mana sesuai dengan kewenangan dalam Pasal 9 UU 21 Tahun 2011 serta kriteria dalam Peraturan OJK No. 41/POJK.05/2015 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Pengelola Statuter pada Lembaga Jasa Keuangan dan juga Surat Edaran OJK Nomor 44 /SEOJK.05/2016 tentang Kriteria Penunjukan dan Penetapan Penggunaan Pengelola Statuter serta Pengakhiran dan Penggantian Pengelola Statuter Bagi Perusahaan Asuransi, Reasuransi, Asuransi Syariah, dan Reasuransi Syariah.

Khusus AJB Bumiputera 1912, OJK pun mempunyai kewenangan dalam penunjukan Pengendali Lain, hal tersebut mendesak dilakukan sebagai akibat kondisi sumber daya manusia dalam Organ Perusahaan yang sudah tidak memadai dalam pengelolaan AJB Bumiputera 1912. Tentunya OJK harus cermat dan selektif dalam penggunaan kewenangan tersebut, khususnya dalam penunjukan sumber daya manusia harus mempunyai kapasitas yang memadai guna terjaminnya proses penyelenggaraan Pengelola Statuter.