Jamkrindo

Anatomi Gajah Tak Cocok untuk Ditunggangi, Risiko Cedera Tinggi

Oleh M.Dhayfan Al-ghiffari pada 02 Dec 2025, 09:39 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com – Gajah sering diasosiasikan sebagai hewan kuat, tetapi struktur tulang belakang mereka justru tidak dirancang untuk membawa beban tambahan seperti pelana maupun wisatawan. Anatomi punggung gajah memiliki tonjolan vertebra yang lebih menonjol dibandingkan hewan tunggang lain, sehingga tekanan langsung dari beban luar dapat menimbulkan cedera berat.

Para ahli kesehatan hewan menjelaskan bahwa tonjolan tersebut berfungsi menyangga berat tubuh gajah sendiri. Ketika pelana dipasang dan manusia duduk di atasnya, tonjolan tulang itu menerima tekanan yang tidak semestinya. Kondisi ini dapat menyebabkan luka, peradangan jaringan lunak, hingga rasa nyeri kronis.

Laporan lembaga kesejahteraan hewan juga mencatat banyak kasus perubahan bentuk tulang belakang pada gajah yang digunakan untuk atraksi wisata. Beberapa kerusakan bahkan bersifat permanen dan memengaruhi kemampuan gajah untuk bergerak secara normal.

Meski risiko cedera sudah lama dipublikasikan, wisata naik gajah masih menjadi daya tarik di beberapa negara Asia. Industri pariwisata yang memanfaatkan hewan sebagai objek hiburan sering kali memiliki standar perawatan yang berbeda-beda sehingga pengawasan menjadi sulit dilakukan.

Di negara-negara dengan destinasi populer, peningkatan jumlah wisatawan turut mendorong tingginya aktivitas komersial berbasis satwa. Situasi ini menempatkan gajah dalam rutinitas kerja panjang yang tak jarang disertai praktik pelatihan yang keras.

Sejumlah organisasi internasional menilai bahwa perubahan perilaku wisatawan menjadi kunci untuk mengurangi praktik berisiko ini. Meningkatnya kesadaran publik mengenai kesehatan gajah dinilai mampu mendorong industri beradaptasi ke model wisata yang lebih etis.

Selain aspek kesehatan, penggunaan hewan liar sebagai sarana hiburan juga disebut merusak upaya konservasi. Gajah yang digunakan dalam wisata komersial kerap kehilangan kesempatan untuk berperilaku alami, sesuatu yang penting bagi kesejahteraan mereka.

Di beberapa wilayah, mulai muncul alternatif wisata satwa yang tidak melibatkan interaksi fisik. Pengunjung cukup mengamati gajah dari jarak aman tanpa menaiki atau memaksa hewan tersebut bekerja di luar kapasitas tubuhnya.

Para ahli menegaskan bahwa edukasi publik perlu terus dilakukan agar wisatawan memahami konsekuensi kesehatan yang ditanggung gajah. Informasi yang jelas dinilai dapat mengubah pilihan wisata dan menekan permintaan terhadap atraksi yang merugikan satwa.

Dengan meningkatnya kampanye dan dukungan dari berbagai pihak, dorongan untuk menghentikan praktik wisata tunggang gajah diharapkan semakin kuat. Langkah ini dilihat sebagai bagian dari komitmen global menuju pariwisata yang etis dan ramah satwa.