JAKARTA, Cobisnis.com – Kurs rupiah selalu menjadi perhatian utama dalam ekonomi Indonesia. Nilai tukar ini tidak hanya mencerminkan kondisi dalam negeri. Namun, pengaruh global juga sangat besar dalam menentukan pergerakannya.
Salah satu faktor utama adalah kondisi perdagangan internasional. Jika ekspor Indonesia meningkat, permintaan terhadap rupiah juga naik. Hal ini biasanya membuat nilai rupiah menguat.
Sebaliknya, saat impor lebih besar dibandingkan ekspor, rupiah bisa tertekan. Permintaan terhadap mata uang asing meningkat untuk membayar impor. Akibatnya, nilai tukar rupiah melemah.
Selain perdagangan, aliran investasi asing juga berpengaruh. Ketika investor global masuk ke Indonesia, permintaan rupiah naik. Hal ini mendukung stabilitas kurs.
Namun, jika investor menarik modalnya, rupiah bisa langsung melemah. Kondisi ini sering terjadi saat ada ketidakpastian global. Misalnya krisis keuangan atau gejolak geopolitik.
Kebijakan moneter negara besar juga ikut memengaruhi. Kenaikan suku bunga di Amerika Serikat sering membuat investor menarik dana dari pasar berkembang. Dampaknya, rupiah ikut tertekan.
Harga komoditas dunia juga berperan penting. Sebagai negara pengekspor, Indonesia diuntungkan saat harga komoditas naik. Kondisi ini bisa memperkuat rupiah.
Di sisi lain, saat harga komoditas jatuh, pendapatan ekspor menurun. Hal tersebut berpengaruh pada cadangan devisa dan kurs rupiah. Maka, stabilitas ekonomi global sangat menentukan.
Selain faktor ekonomi, sentimen pasar juga tidak bisa diabaikan. Berita politik atau isu global sering kali memicu spekulasi. Perubahan sentimen ini bisa membuat kurs rupiah cepat bergerak.
Secara keseluruhan, kurs rupiah sangat dipengaruhi oleh ekonomi global. Faktor perdagangan, investasi, hingga kebijakan moneter dunia ikut menentukan nilainya. Karena itu, stabilitas global menjadi kunci penting bagi kekuatan rupiah.