JAKARTA, Cobisnis.com – Bank Indonesia (BI) kembali menegaskan bahwa menolak pembayaran menggunakan uang tunai rupiah merupakan tindakan yang dilarang oleh undang-undang. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Dalam pasal itu disebutkan bahwa setiap orang tidak diperbolehkan menolak rupiah yang diserahkan sebagai alat pembayaran, penyelesaian kewajiban, atau transaksi keuangan lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pengecualian hanya berlaku apabila terdapat keraguan terhadap keaslian uang rupiah yang digunakan.
Melalui keterangan resmi yang diunggah di akun Instagram Bank Indonesia pada Senin, 22 Desember 2025, BI menegaskan bahwa rupiah merupakan alat pembayaran yang sah dan wajib diterima. BI juga menyampaikan bahwa sistem pembayaran di Indonesia memungkinkan penggunaan transaksi tunai maupun nontunai, sesuai kesepakatan dan kenyamanan para pihak yang bertransaksi.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Filianingsih Hendarta, menjelaskan bahwa pemerintah menyediakan dua skema pembayaran, yakni tunai dan nontunai. Dengan demikian, masyarakat memiliki kebebasan memilih metode transaksi yang dirasa paling nyaman.
“Masyarakat bisa memilih mau menggunakan tunai atau nontunai sesuai kenyamanan. Pedagang juga memiliki preferensi masing-masing. Namun yang perlu digarisbawahi, alat pembayarannya tetap rupiah. QRIS hanyalah kanal, sementara sumber dananya bisa dari tabungan, uang elektronik, atau kartu kredit, yang semuanya tetap berbasis rupiah,” jelas Filianingsih.
Penegasan BI ini muncul sebagai respons atas pertanyaan warganet terkait kasus penolakan pembayaran tunai yang dialami seorang lanjut usia di salah satu gerai Roti O di Halte TransJakarta Monas beberapa waktu lalu. Insiden tersebut memicu diskusi publik mengenai hak konsumen dan kewajiban pelaku usaha dalam menerima pembayaran menggunakan uang tunai rupiah.