JAKARTA, Cobisnis.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut, tren Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di bidang industri manufaktur masih akan terus terjadi.
Berdasarkan data Kemenperin, sedikitnya ada dua juta tenaga kerja terkena PHK selama periode Agustus 2024 sampai dengan Februari 2025.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, penyebab PHK di industri manufaktur dikarenakan terdampak kebijakan relaksasi impor yang sebelumnya diterapkan pemerintah.
"Kami tidak menafikkan. Kami dari Kementerian Perindustrian tidak menampik bahwa PHK masih terjadi pada industri manufaktur," ucap Febri dalam Rilis IKI Juli 2025 di Gedung Kemenperin, Jakarta, Kamis, 31 Juli.
"Dan sekali lagi PHK terjadi saat ini, itu disebabkan karena residu dari kebijakan relaksasi impor yang saat ini masih dirasakan dampaknya oleh industri padat karya," sambungnya.
Febri pun memperkirakan, PHK di industri manufaktur masih akan berlanjut sampai revisi dari aturan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 diberlakukan
Adapun revisi Permendag 8/2024 ditargetkan bakal berlaku sekitar September 2025.
"Kami sekali lagi menyatakan hal tersebut disebabkan karena ekses dari kebijakan relaksasi impor yang membuat pasar domestik banjir produk impor murah," tutur Febri.
Dengan demikian, kata Febri, menyebabkan tekanan permintaan di industri hilir, terutama industri padat karya.
"Yang pada akhirnya memicu terjadinya pengurangan kerja dan kalau lihat angka tadi hampir sekitar dua juta. Itu risiko yang kami tanggung dari pemberlakuan kebijakan relaksasi impor," pungkasnya.
Adapun Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, angka PHK pada periode Januari-Juni 2025 mencapai 42.385 orang.
Jumlah itu meningkat 32,1 persen dibandingkan periode sama tahun lalu sebanyak 32.064 orang.
Merujuk Satu Data Kemnaker, korban PHK tertinggi sepanjang Januari-Juni 2025 terjadi di Jawa Tengah.
Menurut sektornya, kasus PHK terbanyak terjadi di sektor pengolahan yakni 22.671 orang, diikuti perdagangan besar dan eceran serta pertambangan dan penggalian.
Berdasarkan data Kemenperin, sedikitnya ada dua juta tenaga kerja terkena PHK selama periode Agustus 2024 sampai dengan Februari 2025.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, penyebab PHK di industri manufaktur dikarenakan terdampak kebijakan relaksasi impor yang sebelumnya diterapkan pemerintah.
"Kami tidak menafikkan. Kami dari Kementerian Perindustrian tidak menampik bahwa PHK masih terjadi pada industri manufaktur," ucap Febri dalam Rilis IKI Juli 2025 di Gedung Kemenperin, Jakarta, Kamis, 31 Juli.
"Dan sekali lagi PHK terjadi saat ini, itu disebabkan karena residu dari kebijakan relaksasi impor yang saat ini masih dirasakan dampaknya oleh industri padat karya," sambungnya.
Febri pun memperkirakan, PHK di industri manufaktur masih akan berlanjut sampai revisi dari aturan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 diberlakukan
Adapun revisi Permendag 8/2024 ditargetkan bakal berlaku sekitar September 2025.
"Kami sekali lagi menyatakan hal tersebut disebabkan karena ekses dari kebijakan relaksasi impor yang membuat pasar domestik banjir produk impor murah," tutur Febri.
Dengan demikian, kata Febri, menyebabkan tekanan permintaan di industri hilir, terutama industri padat karya.
"Yang pada akhirnya memicu terjadinya pengurangan kerja dan kalau lihat angka tadi hampir sekitar dua juta. Itu risiko yang kami tanggung dari pemberlakuan kebijakan relaksasi impor," pungkasnya.
Adapun Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, angka PHK pada periode Januari-Juni 2025 mencapai 42.385 orang.
Jumlah itu meningkat 32,1 persen dibandingkan periode sama tahun lalu sebanyak 32.064 orang.
Merujuk Satu Data Kemnaker, korban PHK tertinggi sepanjang Januari-Juni 2025 terjadi di Jawa Tengah.
Menurut sektornya, kasus PHK terbanyak terjadi di sektor pengolahan yakni 22.671 orang, diikuti perdagangan besar dan eceran serta pertambangan dan penggalian.