JAKARTA, Cobisnis.com – Harga bahan makanan yang terus naik membuat pemilik warung tegal (warteg) kesulitan menjual menu lengkap seharga Rp 10.000. Sejumlah pemilik warteg di Jakarta Timur mengaku harga tersebut sudah tidak realistis untuk nasi ayam dan telur.
Sigit (57), pemilik warteg di kawasan Jatinegara, mengatakan mustahil menjual nasi ayam dan telur hanya Rp 10.000 tanpa menurunkan kualitas bahan. Menurutnya, harga minimal nasi ayam saat ini mencapai Rp 15.000, sedangkan nasi telur Rp 10.000.
“Kalau bisa jual murah, pasti barangnya enggak bagus, kualitasnya mungkin juga kurang,” kata Sigit, Rabu (15/10/2025). Ia mencontohkan, menu Rp 10.000 bisa saja mencantumkan “ayam dan telur”, tapi porsinya kecil, misalnya hanya telur puyuh dan potongan ayam sangat sedikit.
Harga jual, lanjut Sigit, juga tergantung lokasi dan bahan baku. Di kawasan pekerja, ia kadang memberi diskon untuk tukang bangunan. “Kalau pekerja bangunan kadang saya kasih Rp 12.000 sudah dapat nasi telur dan sayur,” ujarnya.
Hal serupa disampaikan Leha (49), pemilik warteg di kawasan Cawang. Ia menegaskan, harga ayam yang terus naik membuat menu lengkap Rp 10.000 tidak masuk akal. “Sekarang ayam sedang naik, jadi enggak mungkin banget harga segitu seperti program MBG itu,” ucapnya.
Leha menyebut harga nasi ayam di wartegnya kini Rp 15.000, sedangkan menu Rp 10.000 hanya bisa berisi nasi dengan lauk sayur tanpa telur atau ayam. “Kalau paket Rp 10.000 ya paling sayur saja, biar tetap bisa jualan tapi enggak rugi,” tambahnya.
Kenaikan harga ayam dan telur memang menjadi tekanan besar bagi pedagang kecil. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, garis kemiskinan nasional pada Maret 2025 mencapai Rp 609.160 per kapita per bulan, atau sekitar Rp 20.305 per hari.
Dengan rata-rata 4,72 anggota keluarga, rumah tangga miskin hanya memiliki pengeluaran di bawah Rp 2,875 juta per bulan. Kondisi ini membuat daya beli masyarakat menurun dan memengaruhi omzet warteg.
Meski begitu, jumlah penduduk miskin pada Maret 2025 tercatat turun menjadi 23,85 juta orang atau 8,47 persen dari total populasi, dari sebelumnya 8,57 persen pada September 2024. Namun, tekanan harga pangan tetap menjadi tantangan utama.
Para pemilik warteg berharap pemerintah menjaga stabilitas harga bahan pokok, terutama ayam dan telur, agar usaha kecil tetap bisa bertahan sekaligus menjaga daya beli masyarakat berpendapatan rendah.