JAKARTA, Cobisnis.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membeberkan, sejumlah dampak dari adanya konflik geopolitik antara Iran dan Israel. Dampak itu mulai dari adanya potensi kenaikan harga energi, berkurangnya ketersediaan bahan baku yang menggangu rantai pasok global hingga ancaman ketidakpastian perekonomian.
Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengatakan, ketika Iran mengancam menutup Selat Hormuz, merupakan jalur perairan yang dilalui sekitar 20 barel minyak mentah dan bahan bakar per hari (bpd) global akan mengancam keberlangsungan industri nasional.
"Energi ini menjadi sumber produksi di sektor industri. Kondisi inilah yang mengancam juga kelangsungan industri nasional kami, seperti industri padat karya, tekstil, elektronik rumah tangga hingga komponen atau optik yang saat ini sedang menghadapi penurunan permintaan ekspor," ujar Faisol dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VII di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 2 Juli.
"Penurunan permintaan ekspor ini juga bukan tanpa alasan. Ketegangan global yang kami hadapi bukan hanya di sisi produksi, tetapi juga kelompok ekspor mengalami tantangan besar," sambungnya.
Menurut Faisol, ketegangan geopolitik di Timur Tengah tersebut juga telah menimbulkan instabilitas jalur perdagangan energi global.
"Geopolitik global juga menunjukkan ketidakpastian terhadap arus investasi asing masuk ke Indonesia. Tekanan ini berisiko mendorong terjadinya capital outflow, terutama akibat respons kebijakan moneter negara maju semakin ketat," ucap dia.
Pada situasi seperti ini, menurut Faisol, investor cenderung bersikap hati-hati dan memunculkan tekanan terhadap stabilitas ekonomi dan industri dalam negeri.
Selain itu, Faisol bilang, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina juga turut memperparah kondisi industri dalam negeri.
Pasalnya, banyak produk Cina yang tidak mendapatkan akses pasar ke AS justru membanjiri pasar industri dalam negeri dengan harga yang cukup murah.
"Produk dalam negeri terdesak oleh barang-barang impor Tiongkok yang hari ini kehilangan akses, kurang mendapatkan akses ke pasar besar mereka di AS," kata dia.
Oleh karena itu, lanjut dia, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk menghadapi kondisi tersebut.
"Pemerintah perlu mengambil langkah strategis melindungi pasar domestik sekaligus memanfaatkan peluang ekspansi ekspor yang terbuka di pasar global," pungkasnya.
Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengatakan, ketika Iran mengancam menutup Selat Hormuz, merupakan jalur perairan yang dilalui sekitar 20 barel minyak mentah dan bahan bakar per hari (bpd) global akan mengancam keberlangsungan industri nasional.
"Energi ini menjadi sumber produksi di sektor industri. Kondisi inilah yang mengancam juga kelangsungan industri nasional kami, seperti industri padat karya, tekstil, elektronik rumah tangga hingga komponen atau optik yang saat ini sedang menghadapi penurunan permintaan ekspor," ujar Faisol dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VII di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 2 Juli.
"Penurunan permintaan ekspor ini juga bukan tanpa alasan. Ketegangan global yang kami hadapi bukan hanya di sisi produksi, tetapi juga kelompok ekspor mengalami tantangan besar," sambungnya.
Menurut Faisol, ketegangan geopolitik di Timur Tengah tersebut juga telah menimbulkan instabilitas jalur perdagangan energi global.
"Geopolitik global juga menunjukkan ketidakpastian terhadap arus investasi asing masuk ke Indonesia. Tekanan ini berisiko mendorong terjadinya capital outflow, terutama akibat respons kebijakan moneter negara maju semakin ketat," ucap dia.
Pada situasi seperti ini, menurut Faisol, investor cenderung bersikap hati-hati dan memunculkan tekanan terhadap stabilitas ekonomi dan industri dalam negeri.
Selain itu, Faisol bilang, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina juga turut memperparah kondisi industri dalam negeri.
Pasalnya, banyak produk Cina yang tidak mendapatkan akses pasar ke AS justru membanjiri pasar industri dalam negeri dengan harga yang cukup murah.
"Produk dalam negeri terdesak oleh barang-barang impor Tiongkok yang hari ini kehilangan akses, kurang mendapatkan akses ke pasar besar mereka di AS," kata dia.
Oleh karena itu, lanjut dia, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk menghadapi kondisi tersebut.
"Pemerintah perlu mengambil langkah strategis melindungi pasar domestik sekaligus memanfaatkan peluang ekspansi ekspor yang terbuka di pasar global," pungkasnya.