Jamkrindo

Luhut Minta Kebijakan Upah Berdasarkan Data, Bukan Tekanan Kelompok Buru

Oleh M.Dhayfan Al-ghiffari pada 16 Oct 2025, 17:39 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan pemerintah tidak perlu terlalu tunduk pada tekanan organisasi buruh dalam menentukan Upah Minimum Provinsi (UMP). Menurutnya, kebijakan upah harus dirumuskan berdasarkan data dan keseimbangan ekonomi, bukan semata tekanan politik atau tuntutan sektoral.

Luhut menyampaikan pandangan itu langsung kepada Presiden Prabowo Subianto dalam acara “1 Tahun Pemerintahan Prabowo Gibran” di Jakarta, Kamis (16/10/2025). Ia menilai keputusan penetapan upah harus berangkat dari perhitungan kebutuhan hidup layak dan produktivitas tenaga kerja.

“Upah minimum kerja ya, itu kita rumuskan basisnya apa, berapa hak hidup layak. Dari situ saja kita berangkatnya. Jangan pula ada yang ngatur kita,” ujar Luhut dalam sambutannya. Ia menilai, pemerintah harus berani mengambil posisi tegas tanpa harus terjebak dalam tekanan organisasi buruh.

Luhut menekankan pentingnya equilibrium dalam kebijakan pengupahan. Menurutnya, keseimbangan antara kepentingan pekerja, pengusaha, dan pemerintah menjadi kunci agar kebijakan upah tetap menjaga daya saing ekonomi nasional sekaligus kesejahteraan tenaga kerja.

“Jadi harus ada equilibrium-nya. Dan itu harus ada ketegasan kita semua, bahwa ini penting dan perlu kita jelaskan dengan angka-angka yang tepat,” katanya. Ia juga mengungkapkan bahwa DEN telah bekerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) untuk menyusun formula baru penetapan upah.

Formula tersebut, menurut Luhut, telah disampaikan kepada Presiden Prabowo dan diterima dengan baik. Namun ia tetap mengingatkan agar kepala negara tidak mudah terpengaruh oleh tekanan kelompok tertentu. “Saya bilang Presiden, mohon jangan mau dipaksa untuk menurut sana-sini,” ujarnya.

Presiden Prabowo, lanjut Luhut, menegaskan komitmennya untuk bersikap objektif dalam pengambilan keputusan. “Dia bilang enggak, walaupun saya ingatkan, enggak, enggak,” kata Luhut menirukan jawaban Presiden. Hal ini menunjukkan adanya kesepahaman antara pemerintah dan DEN dalam menjaga arah kebijakan ekonomi yang berimbang.

Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli memastikan bahwa formula baru UMP tahun 2026 akan mengakomodasi seluruh poin putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2024. Salah satunya adalah pengembalian komponen upah minimum sektoral (UMS) yang kembali wajib diterapkan.

“Ya benar, harus sesuai putusan MK dan poin-poinnya. Itu nomor satu. Jadi pemerintah wajib dan kita berkomitmen untuk melaksanakan keputusan MK,” kata Yassierli di Jakarta, Senin (13/10/2025). Ia menegaskan bahwa kebijakan UMP ke depan akan tetap memperhatikan standar hidup layak bagi pekerja serta menjaga iklim investasi.

Menanggapi tuntutan organisasi buruh yang meminta kenaikan UMP sebesar 8,5 persen, Yassierli menilai hal tersebut masih dalam tahap aspirasi yang akan dibahas bersama sektor lain di Dewan Pengupahan. Penetapan resmi UMP 2026 dijadwalkan pada November 2025, memberi ruang bagi dialog sosial antara pemerintah, pengusaha, dan buruh.

Dengan dinamika yang terjadi, arah kebijakan upah tahun 2026 akan menjadi sinyal penting bagi pelaku pasar tenaga kerja. Formula yang diterapkan tidak hanya berdampak pada daya beli masyarakat, tetapi juga menjadi pertimbangan bagi investor dalam menilai stabilitas ekonomi Indonesia.