Jamkrindo

Menperin Agus Gumiwang Bantah RI Alami Deindustrialisasi

Oleh Farida Ratnawati pada 08 May 2025, 20:47 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com - Menteri Perindustrian (Menperin) membantah terjadinya deindustrialisasi di Indonesia. Agus mengeklaim industri manufaktur masih menjadi penggerak utama (prime mover) dalam memacu pertumbuhan ekonomi nasional.

Agus pun menyodorkan data Manufacturing Value Added (MVA) dan kontribusi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Berdasarkan data World Bank dan United Nations Statistics, kata Agus, nilai MVA Indonesia sepanjang 2023 mencapai 255,96 miliar dolar AS. Dia menilai, ini merupakan capaian tertinggi dari yang sebelumnya pernah diraih Indonesia.

Nilai MVA tersebut menempatkan Indonesia dalam 12 besar negara manufaktur dunia serta terbesar kelima di Asia. Sementara di Asia Tenggara (Asean), nilai MVA Indonesia tentunya menjadi yang tertinggi, termasuk dibandingkan Thailand dan Vietnam.

Menurut Agus, tren MVA Indonesia terus meningkat sejak 2019, kecuali saat masa pandemi COVID-19.

Dia juga mengeklaim, Indonesia setara dengan beberapa negara industri maju, seperti Inggris, Rusia dan Prancis.

"Rata-rata MVA dunia adalah 78,73 miliar dolar AS, sementara Indonesia mencatatkan rerata historis sebesar 102,85 miliar dolar AS. Pencapaian ini mencerminkan struktur industri manufaktur nasional kuat dari hulu ke hilir," ujar Agus dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis, 8 Mei.

Kemudian, Agus merujuk data dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Sektor industri pengolahan nonmigas mengalami peningkatan dalam kontribusinya terhadap perekonomian nasional, yang tercermin dari kinerja triwulan I-2025 sebesar 17,50 persen.

Capaian tersebut naik dibanding periode sama tahun sebelumnya, yakni sebesar 17,47 persen dan lebih tinggi dari sumbangsih sepanjang 2024 yang berada di angka 17,16 persen.

Begitu juga dibandingkan dengan triwulan II-2022 atau setelah COVID-19 melanda Indonesia, kontribusi ekonomi industri pengolahan nonmigas (IPNM) memiliki tren meningkat sampai dengan triwulan I-2025.

"Berdasarkan analisis teknokratis kami terhadap data PDB industri pengolahan nonmigas per triwulan tersebut, ditemukan ada tren peningkatan pada share PDB IPNM signifikan secara statistik," ucapnya.

Menurut Agus, ekonom dan pengamat perlu melihat lebih dalam data PDB IPNM atau PDB manufaktur pada triwulan II-2022 sejak pandemi COVID-19 berhenti melanda Indonesia hingga triwulan I-2025.

"Jadi, patut dipertanyakan alasan para pengamat yang mengatakan Indonesia sedang masuk atau sudah masuk ke dalam tahap deindustrialisasi, itu salah. Karena kami bisa lihat dari data yang ada, kinerja industri manufaktur masih menjadi sumber pertumbuhan ekonomi," kata Agus.

Menperin kemudian menekankan pentingnya kebijakan strategis, pro-bisnis dan pro-investasi untuk mendorong daya saing industri nasional.

Agus bilang, Indonesia memiliki potensi besar untuk terus memperluas pangsa pasar global.

Terutama melalui peningkatan ekspor produk hilir bernilai tambah tinggi.

Termasuk sektor industri makanan dan minuman, tekstil, logam, otomotif serta elektronik. Agus pun optimistis sektor industri manufaktur akan terus menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional.

"Dari dua faktor saja, yakni Manufacturing Value Added (MVA) dan share terhadap PDB, belum berbicara mengenai kinerja capaian investasi dan ekspor serta penyerapan tenaga kerja manufaktur, itu dengan sangat mudah bisa dipatahkan bahwa Indonesia tidak dalam fase deindustrialisasi," pungkasnya.