JAKARTA, Cobisnis.com – Mobil listrik kini semakin menarik perhatian masyarakat Indonesia seiring dorongan pemerintah dan kesadaran publik terhadap isu lingkungan. Kehadirannya bukan hanya menawarkan solusi transportasi ramah lingkungan, tetapi juga membuka peluang besar dalam industri otomotif dan energi nasional.
Secara teknis, mobil listrik memberikan keuntungan yang signifikan dalam pemakaian sehari-hari. Tidak adanya emisi gas buang menjadikannya alternatif yang lebih bersih dibanding mobil berbahan bakar fosil. Tren ini juga sejalan dengan komitmen global untuk mengurangi emisi karbon dan mendukung target net zero emission.
Dari sisi ekonomi, biaya operasional mobil listrik jauh lebih murah. Mengisi daya penuh baterai rata-rata hanya membutuhkan puluhan ribu rupiah, jauh lebih hemat dibandingkan pengeluaran untuk bahan bakar minyak yang bisa mencapai ratusan ribu per minggu. Hal ini menjadi daya tarik utama bagi konsumen perkotaan yang mencari efisiensi biaya transportasi.
Perawatan mobil listrik juga relatif sederhana. Dengan jumlah komponen mesin yang lebih sedikit, risiko kerusakan berkurang sehingga biaya servis dapat ditekan. Kondisi ini memberikan nilai tambah bagi konsumen jangka panjang, meskipun harga awal kendaraan masih lebih tinggi dibanding mobil konvensional.
Keunggulan lain terletak pada performa. Akselerasi instan dengan torsi penuh sejak pedal gas diinjak membuat mobil listrik lebih responsif di jalan. Selain itu, hampir semua produsen melengkapi unitnya dengan teknologi modern seperti sistem autopilot, layar digital interaktif, hingga fitur konektivitas pintar.
Dukungan pemerintah menjadi faktor kunci berkembangnya pasar mobil listrik. Berbagai insentif telah diberikan, mulai dari subsidi, pembebasan pajak, hingga fasilitas bebas aturan ganjil-genap di Jakarta. Kebijakan ini ditujukan untuk mendorong adopsi kendaraan listrik secara masif.
Namun, tantangan besar masih menghadang. Harga jual mobil listrik yang lebih tinggi membuatnya belum sepenuhnya terjangkau oleh kelas menengah. Rata-rata mobil listrik di Indonesia masih dibanderol di atas Rp300 juta, sehingga segmennya masih terbatas.
Selain itu, keterbatasan jarak tempuh juga menjadi kendala. Sebagian besar mobil listrik hanya mampu melaju 250–500 kilometer per sekali pengisian daya, lebih rendah dibanding mobil bensin yang bisa menempuh jarak lebih panjang dengan sekali isi penuh. Kondisi ini membuat mobil listrik lebih cocok untuk penggunaan harian di dalam kota.
Waktu pengisian daya yang cukup lama juga menjadi isu. Fast charging membutuhkan waktu 30 menit hingga 1 jam, sedangkan pengisian normal bisa memakan waktu 6–8 jam. Situasi ini berbeda dengan mobil konvensional yang hanya butuh beberapa menit untuk mengisi bahan bakar di SPBU.
Terakhir, infrastruktur pengisian daya belum merata. Mayoritas stasiun pengisian masih terkonsentrasi di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, sehingga menyulitkan pengguna di daerah. Ditambah lagi, pasar mobil listrik bekas masih belum stabil dan isu limbah baterai menjadi perhatian baru bagi lingkungan.
Secara keseluruhan, mobil listrik memiliki prospek cerah di Indonesia jika tantangan-tantangan tersebut dapat diatasi. Dengan strategi tepat, kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan konsumen akan mampu mempercepat transisi energi sekaligus mendukung perkembangan ekonomi hijau.