JAKARTA, Cobisnis.com – Pemerintah akhirnya memberikan izin kepada perusahaan ritel swasta untuk melakukan impor bensin, namun tetap melalui Pertamina sebagai penyalur resmi. Langkah ini diambil sebagai respons atas sinyal kelangkaan pasokan bensin di dalam negeri, di tengah permintaan yang terus meningkat.
Indonesia selama ini mengandalkan Pertamina sebagai pengendali utama impor dan distribusi bahan bakar. Retail swasta seperti Shell dan BP-AKR hanya berperan sebagai penjual bensin di stasiun mereka, dengan pasokan tetap berasal dari Pertamina. Kebijakan baru ini memberi ruang bagi swasta untuk mengamankan suplai sendiri dari luar negeri.
Meski demikian, pemerintah tetap menjaga kendali penuh. Bensin impor dari swasta tetap wajib disalurkan lewat Pertamina agar harga dan distribusi bisa diawasi secara ketat. Skema ini dianggap sebagai jalan tengah antara kebutuhan pasar dan kontrol negara.
Pasokan bensin di dalam negeri beberapa waktu terakhir menunjukkan tanda-tanda menipis. Kebutuhan masyarakat terus naik, sementara produksi domestik tidak mampu menutup defisit. Jika dibiarkan, kondisi ini bisa memicu antrian panjang di SPBU dan menimbulkan tekanan inflasi energi.
Dengan adanya kebijakan ini, konsumen diharapkan lebih tenang. Stok bensin diproyeksikan lebih stabil, sehingga risiko kelangkaan dapat ditekan. Pemerintah optimistis suplai tambahan dari impor swasta bisa menutup celah kebutuhan yang makin besar.
Bagi perusahaan swasta, peluang impor ini menjadi angin segar. Mereka bisa lebih leluasa menjaga ketersediaan pasokan di jaringan SPBU masing-masing. Namun, ketergantungan pada Pertamina sebagai gatekeeper tetap berlaku sehingga kontrol distribusi tidak lepas dari tangan negara.
Bagi Pertamina sendiri, kebijakan ini menjadi cara untuk meringankan beban. Selama ini Pertamina menanggung tanggung jawab besar dalam menjaga pasokan dan harga. Dengan adanya dukungan impor swasta, beban tersebut bisa terbagi, meskipun tetap harus diawasi ketat.
Secara makroekonomi, tambahan impor bensin akan berdampak pada devisa negara. Permintaan dolar untuk impor pasti meningkat, namun pemerintah menilai hal ini sebanding dengan manfaat menjaga stabilitas energi nasional. Inflasi dapat ditekan jika harga bensin tetap terjaga.
Pemerintah juga menyampaikan bahwa langkah ini bukan sekadar solusi jangka pendek. Dalam jangka menengah, Indonesia tetap harus memperkuat produksi domestik dan mendorong diversifikasi energi agar ketergantungan pada impor tidak semakin besar.
Pasar energi global saat ini tengah menghadapi fluktuasi harga. Dengan membuka ruang bagi impor swasta, Indonesia berupaya memastikan cadangan pasokan aman. Keputusan ini menandakan pemerintah tidak ingin ada gangguan dalam distribusi energi yang bisa menghambat aktivitas ekonomi nasional.