Jamkrindo

Pengadilan Tipikor Jatuhkan Vonis terhadap Tiga Petinggi PT Petro Energy, Kuasa Hukum Soroti Pertimbangan Hakim

Oleh Dwi Natasya pada 17 Dec 2025, 14:28 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan putusan terhadap tiga petinggi PT Petro Energy dalam perkara dugaan korupsi pembiayaan ekspor Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Ketiganya adalah Newin Nugroho selaku Direktur Utama, Susy Mira Dewi Sugiarta selaku Direktur Keuangan, serta Jimmy Masrin yang menjabat Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT Petro Energy.

Ketua Majelis Hakim Brelly Yuniar Dien Wardi Haskori menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan pertama jaksa penuntut umum. Putusan tersebut dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).

Dalam amar putusan, majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 4 tahun kepada Newin Nugroho disertai denda Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan. Sementara itu, Susy Mira Dewi Sugiarta divonis 6 tahun penjara dengan denda Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan. Adapun Jimmy Masrin dijatuhi hukuman 8 tahun penjara, denda Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar USD 32.691.551,88 subsider 4 tahun penjara.

Majelis hakim menilai para terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Menanggapi putusan tersebut, penasihat hukum Jimmy Masrin, Soesilo Aribowo, menyatakan kekecewaannya karena menilai putusan majelis hakim tidak mencerminkan keseluruhan fakta yang terungkap di persidangan. Ia menilai perkara ini dipandang secara parsial dan tidak mempertimbangkan perbedaan peran antara komisaris, presiden direktur, dan direktur secara yuridis maupun faktual.

“Kami menghormati putusan majelis hakim, namun sangat menyayangkan karena pertimbangan yang disampaikan tidak menguraikan fakta persidangan secara menyeluruh. Dalam putusan ini, peran para terdakwa seolah disamakan, padahal secara hukum dan praktik tanggung jawabnya berbeda,” ujar Soesilo.

Ia juga menyoroti tuduhan penggunaan invoice fiktif yang dinilainya bersifat teknis dan operasional, sehingga berada di luar kewenangan Jimmy Masrin sebagai komisaris. Selain itu, menurutnya, putusan hakim tidak mengulas aspek kepailitan, skema cicilan, maupun pembayaran angsuran yang selama ini berjalan, yang justru menunjukkan adanya hubungan perdata antara para pihak.

Soesilo menambahkan bahwa perhitungan kerugian negara juga tidak dijelaskan secara rinci dalam putusan, baik dari sisi jumlah maupun metode perhitungannya. Oleh karena itu, ketika perkara ini ditarik ke ranah pidana, menurutnya muncul sejumlah kejanggalan hukum.

Sebelumnya, dalam nota pembelaan yang disampaikan pada 27 November 2025, Jimmy Masrin menegaskan bahwa seluruh tuduhan pidana terhadap dirinya tidak didukung oleh fakta persidangan. Ia menyatakan tidak pernah memiliki niat jahat dalam tindakan yang dipersoalkan dan menegaskan bahwa seluruh keputusan diambil berdasarkan pertimbangan bisnis serta itikad baik.

Jimmy juga menegaskan tidak pernah mengetahui ataupun menyetujui penggunaan dokumen fiktif, termasuk kontrak, purchase order, maupun invoice, serta membantah adanya commitment fee sebagaimana disampaikan oleh terdakwa lain. Selain itu, ia menegaskan bahwa kewajiban pembayaran pembiayaan tetap dijalankan sesuai jadwal dan tidak pernah ada upaya menghindari tanggung jawab.

“Atas dasar fakta-fakta tersebut, jelas tidak terdapat unsur niat jahat maupun upaya memperkaya diri. Tidak ada satu rupiah pun yang masuk ke kantong pribadi saya,” tegas Jimmy dalam pembelaannya.