JAKARTA, Cobisnis.com - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengetatkan pengawasan terhadap emiten sektor perkebunan yang diduga memiliki lahan di dalam kawasan hutan tanpa izin. Dua emiten besar yang bergerak di bidang kelapa sawit, PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) dan PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), mendapat permintaan klarifikasi dari otoritas bursa terkait status legalitas lahan mereka.
Menanggapi pertanyaan dari BEI, kedua perusahaan menyatakan bahwa seluruh kegiatan operasional mereka dijalankan di atas lahan yang telah memiliki perizinan sesuai peraturan yang berlaku.
Dalam keterbukaan informasi yang dikutip Senin (13/10/2025) LSIP dan SIMP mengakui bahwa perubahan regulasi tata ruang dan kawasan hutan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk implementasi Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), mengharuskan pelaku usaha untuk menyesuaikan dokumen perizinan. Oleh karena itu, kedua perusahaan telah mengajukan permohonan perizinan tambahan dan secara aktif mengikuti prosesnya.
“Sampai saat ini, kami belum menerima surat pemberitahuan, surat tagihan, ataupun sanksi administratif dari instansi manapun,” ungkap manajemen LSIP. Hal senada juga disampaikan SIMP dalam klarifikasinya ke BEI.
Dengan belum adanya sanksi resmi, dua emiten raksasa sawit baik LSIP maupun SIMP belum dapat menghitung potensi denda yang bisa dikenakan, yang jika mengacu pada ketentuan maksimum, dapat mencapai Rp25 juta per hektare per tahun.
LSIP dan SIMP juga menegaskan bahwa hingga kini belum ada dampak material dari isu legalitas lahan terhadap laporan keuangan mereka. Dengan demikian, tidak ada perubahan signifikan pada pos aset, kewajiban kontinjensi, atau laba bersih tahunan.
Terkait potensi denda di masa depan, baik LSIP maupun SIMP menyatakan akan mematuhi ketentuan dan menyelesaikan kewajiban sesuai prosedur yang berlaku jika nantinya ditemukan pelanggaran administratif.
Sebagai bentuk antisipasi, LSIP dan SIMP telah menjalankan langkah-langkah perbaikan internal, termasuk melakukan evaluasi berkala atas kepatuhan operasional terhadap regulasi kehutanan dan perizinan. Strategi ini juga menjadi bagian dari manajemen risiko perusahaan dalam menghadapi potensi penyitaan atau pengambilalihan lahan yang tidak lolos legalisasi.
“Perusahaan tetap adaptif dan berkomitmen untuk menyelesaikan semua proses legalisasi lahan sesuai dengan mekanisme pemerintah, termasuk melalui skema Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH),” ujar perwakilan dari kedua perusahaan.
Langkah LSIP dan SIMP direspon oleh pelaku pasar, investor mencermati perkembangan penyelesaian legalitas lahan tersebut. Kejelasan regulasi dan kepatuhan emiten menjadi faktor penting dalam menjaga kelangsungan usaha (going concern) dan stabilitas harga saham kedua perusahaan.