JAKARTA, Cobisnis.com – Membungkuk atau dikenal dengan istilah ojigi sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Jepang. Gestur sederhana ini bukan hanya bentuk sapaan, tetapi juga simbol rasa hormat, sopan santun, dan kerendahan hati yang dijunjung tinggi masyarakat Jepang.
Tradisi membungkuk telah dilakukan sejak berabad-abad lalu. Pada masa samurai, gerakan ini digunakan untuk menunjukkan kesetiaan dan penghormatan kepada atasan. Kini, maknanya berkembang menjadi bentuk penghargaan sosial yang dilakukan dalam hampir setiap interaksi sehari-hari.
Masyarakat Jepang menggunakan membungkuk dalam banyak situasi, mulai dari menyapa, berterima kasih, meminta maaf, hingga berpamitan. Setiap gerakan memiliki tingkat kedalaman yang berbeda sesuai konteksnya. Semakin dalam seseorang menunduk, semakin tinggi pula rasa hormat yang ditunjukkan.
Biasanya, bungkukan ringan sekitar 15 derajat digunakan untuk sapaan santai, seperti kepada teman atau rekan kerja setara. Untuk situasi formal, bungkukan bisa mencapai 30 derajat, sementara lebih dari 45 derajat dilakukan saat permintaan maaf atau penghormatan yang sangat besar.
Kebiasaan ini mencerminkan nilai dasar masyarakat Jepang yang dikenal disiplin dan menghargai keharmonisan sosial. Membungkuk menjadi cara menjaga hubungan agar tetap sopan, damai, dan bebas dari konflik, sejalan dengan prinsip “wa” atau harmoni sosial yang dipegang kuat oleh warga Jepang.
Selain itu, budaya membungkuk juga memperkuat etika profesionalisme di Jepang. Dalam dunia kerja, cara seseorang melakukan ojigi sering dianggap mencerminkan kepribadian dan sikap hormat terhadap rekan kerja maupun pelanggan.
Tak hanya orang dewasa, anak-anak di Jepang sudah diajarkan etika membungkuk sejak usia sekolah dasar. Mereka belajar bagaimana mengatur posisi tubuh, pandangan mata, hingga durasi bungkukan dengan tepat sesuai situasi.
Pemerintah dan lembaga pendidikan di Jepang terus menanamkan nilai ini sebagai bagian dari karakter nasional. Karena itu, siapa pun yang datang ke Jepang akan langsung merasakan budaya sopan santun yang melekat kuat di masyarakat.
Menariknya, kebiasaan membungkuk tidak hanya berlaku di ruang publik, tapi juga di dunia digital. Banyak orang Jepang tetap menulis pesan atau email dengan gaya bahasa sopan dan formal, seolah membawa nilai ojigi ke dalam komunikasi modern.
Budaya membungkuk menjadi bukti bahwa sopan santun dan rasa hormat tetap menjadi fondasi kuat dalam kehidupan masyarakat Jepang, bahkan di tengah perkembangan zaman yang serba cepat.