JAKARTA,Cobisnis.com - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) mengumumkan akan melakukan pembelian kembali saham atau buyback sebanyak-banyaknya sebesar Rp905 miliar atau 10 persen dari total modal disetor yang berasal dari kas bebas.
Melalui keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Corporate Secretary BNI Okki Rushartomo menjelaskan alasan dibalik aksi korporasi ini. Menurutnya, meskipun sepanjang 10 bulan pertama tahun 2024 menunjukkan pertumbuhan positif secara year on year, namun memasuki akhir 2024, bank BNI mengalami tekanan.
"Terutama ada sentimen negatif pasca hasil pemilu Amerika akhir bulan November 2024 memberikan tekanan pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)," ujarnya, Rabu, 5 Februari.
Oki menambahkan, tekanan pada saham BBNI juga mulai terasa sebagai dampak concern investor atas kondisi ketidakstabilan geopolitik dan kondisi makroekonomi Indonesia seputar kondisi likuiditas dan pelemahan kurs. Hal ini menyebabkan saham BBNI ditutup pada harga 4.130 per tanggal 14 Januari 2025 atau melemah 21,7 persen yoy.
Hal ini, kata Okki, kontras jika kinerja saham BNI dihitung secara rerata saham BNI tahun 2024, dimana tumbuh 11,1 persen yoy.
Selain itu, beberapa sentimen yang mempengaruhi bursa di antaranya adalah The Fed yang memberikan sinyal pemangkasan suku bunga menjadi hanya 25-50 bps di 2025 (vs perkiraan tahun lalu di 100-125 bps). Sehingga potensi "higher for longer" kembali muncul, depresiasi rupiah terhadap dolar AS, likuiditas yang berfluktuasi, dan dinamika geopolitik yang masih tinggi.
"Buyback dimaksudkan untuk membantu mengurangi tekanan jual di pasar saat indeks harga saham sedang berfluktuasi sekaligus sebagai indikasi kepada investor bahwa perusahaan memandang harga saham saat ini tidak mencerminkan fundamental perusahaan," beber Okki.
Adapun rencana buyback ini akan dibahas pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perseroan pada 13 Maret 2025. Sementara periode pelaksanaan buyback dilakukan dalam waktu paling lama 12 bulan sejak disetujui rencana buyback dalam RUPST.
Melalui keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Corporate Secretary BNI Okki Rushartomo menjelaskan alasan dibalik aksi korporasi ini. Menurutnya, meskipun sepanjang 10 bulan pertama tahun 2024 menunjukkan pertumbuhan positif secara year on year, namun memasuki akhir 2024, bank BNI mengalami tekanan.
"Terutama ada sentimen negatif pasca hasil pemilu Amerika akhir bulan November 2024 memberikan tekanan pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)," ujarnya, Rabu, 5 Februari.
Oki menambahkan, tekanan pada saham BBNI juga mulai terasa sebagai dampak concern investor atas kondisi ketidakstabilan geopolitik dan kondisi makroekonomi Indonesia seputar kondisi likuiditas dan pelemahan kurs. Hal ini menyebabkan saham BBNI ditutup pada harga 4.130 per tanggal 14 Januari 2025 atau melemah 21,7 persen yoy.
Hal ini, kata Okki, kontras jika kinerja saham BNI dihitung secara rerata saham BNI tahun 2024, dimana tumbuh 11,1 persen yoy.
Selain itu, beberapa sentimen yang mempengaruhi bursa di antaranya adalah The Fed yang memberikan sinyal pemangkasan suku bunga menjadi hanya 25-50 bps di 2025 (vs perkiraan tahun lalu di 100-125 bps). Sehingga potensi "higher for longer" kembali muncul, depresiasi rupiah terhadap dolar AS, likuiditas yang berfluktuasi, dan dinamika geopolitik yang masih tinggi.
"Buyback dimaksudkan untuk membantu mengurangi tekanan jual di pasar saat indeks harga saham sedang berfluktuasi sekaligus sebagai indikasi kepada investor bahwa perusahaan memandang harga saham saat ini tidak mencerminkan fundamental perusahaan," beber Okki.
Adapun rencana buyback ini akan dibahas pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perseroan pada 13 Maret 2025. Sementara periode pelaksanaan buyback dilakukan dalam waktu paling lama 12 bulan sejak disetujui rencana buyback dalam RUPST.