Jamkrindo

Bos Harvest Capital Serok 27 Juta Lembar Saham DIGI di Harga Bawah

Oleh Weldon Darmawan pada 28 Oct 2025, 06:07 WIB

Ilustrasi Direktur Utama PT Harvest Capital International, Stephen Kurniawan Sulistyo, menambah porsi kepemilikannya di emiten media digital, PT Arkadia Digital Media Tbk (DIGI).

JAKARTA, Cobisnis.com - Direktur Utama PT Harvest Capital International, Stephen Kurniawan Sulistyo, menambah porsi kepemilikannya di emiten media digital, PT Arkadia Digital Media Tbk (DIGI).

Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) Selasa (28/10/2025) Stephen Kurniawan Sulistyo memborong 27.280.800 lembar saham DIGI pada periode 20 hingga 24 Oktober 2025.

Transaksi pembelian dilakukan di kisaran harga Rp34 hingga Rp35 per saham. Dengan aksi akumulasi tersebut, total kepemilikan Stephen Kurniawan Sulistyo di DIGI kini mencapai 527.364.800 lembar saham.

Adapun kondisi saham DIGI tengah berada di papan pemantauan khusus akibat ekuitas negatif dan kinerja keuangan yang masih mencatatkan rugi.

Hingga perdagangan terakhir, saham DIGI diperdagangkan di kisaran Rp 34 per lembar, mendekati batas bawah harga minimum di bursa.

Menilik kondisi keuangan PT Arkadia Digital Media Tbk (DIGI), emiten media digital ini tengah menghadapi tekanan berat dari berbagai sisi mulai dari penurunan pendapatan, utang, tunggakan BPJS, hingga ancaman dikeluarkan dari bursa efek akibat ekuitas negatif.

Dikutip dari keterbukaan informasi, Selasa (28/10/2025) manajemen Arkadia Digital Media atau DIGI menyebutkan bahwa kesulitan yang dialami bersumber dari faktor eksternal seperti perubahan algoritma platform global dan perlambatan ekonomi nasional.

Piutang Menumpuk, Arus Kas Tersendat

Hingga 30 September 2025, rata-rata waktu penagihan piutang Arkadia Digital Media atau DIGI mencapai 96 hari. DIGI mengaku banyak klien menunda pembayaran akibat kondisi ekonomi yang tidak menentu. Perusahaan hanya mencadangkan potensi kerugian piutang sebesar 2–4%, padahal arus kas operasi sudah negatif.

Arkadia Digital Media menyebut sumber dana utama untuk membayar kewajiban adalah dari realisasi piutang dan hasil operasi, namun tanpa perbaikan arus kas, strategi ini tampak seperti tambal sulam jangka pendek.

Tunggakan BPJS dan Pajak

Masalah likuiditas Arkadia Digital Media (DIGI) juga tercermin dari tunggakan terhadap BPJS Ketenagakerjaan dan pajak penghasilan (PPh 21). Perusahaan mengakui adanya tunggakan iuran BPJS dan berupaya melunasinya melalui skema pembayaran bertahap.

Selama tunggakan berlangsung, status keikutsertaan karyawan tetap aktif, sebuah tanda bahwa BPJS memberi toleransi, bukan karena perusahaan mampu membayar tepat waktu.

Lebih jauh, DIGI juga memiliki kewajiban pajak yang belum dilunasi dan harus melakukan negosiasi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menjadwalkan ulang pembayaran.

Utang ke Investor Asing dan Efisiensi Tenaga Kerja

Selain kewajiban kepada negara, Arkadia Digital Media atau DIGI juga memiliki utang jangka pendek kepada Emerging Media Opportunity Fund, dengan cicilan sekitar USD 21.797 per bulan hingga Juli 2027. Pembayaran dilakukan bertahap karena arus kas yang terbatas.

Untuk menekan biaya, perusahaan mengurangi jumlah karyawan dari 182 orang menjadi 165 orang per September 2025 dan menunda kenaikan upah.

Pendapatan Anjlok, Bergantung pada Iklan

DIGI mengakui pendapatan dari jasa penyedia konten dan portal web menurun tajam, disebabkan berkurangnya belanja iklan pemerintah dan perubahan perilaku pembaca digital.

Dari total pendapatan sekitar Rp20,57 miliar hingga September 2025, sebagian besar masih disumbang oleh jasa iklan.

Defisit Membengkak dan Ancaman Delisting

Hingga 30 September 2025, DIGI mencatat saldo rugi Rp54,53 miliar dan defisiensi modal Rp8,66 miliar. Akibatnya, saham perusahaan kini ditempatkan di papan pemantauan khusus Bursa Efek Indonesia (BEI).

Jika kondisi ini tidak membaik hingga Juni 2026, DIGI terancam suspensi perdagangan saham, dan jika berlanjut selama 24 bulan berturut-turut, perusahaan berpotensi delisting atau dikeluarkan dari bursa.