Jamkrindo

Efektivitas Program MBG: Investasi Gizi untuk Indonesia Emas 2045

Oleh Dwi Natasya pada 31 Oct 2025, 15:27 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com – Program Makanan Bergizi (MBG) menjadi salah satu langkah strategis pemerintah dalam menekan angka gizi buruk di Indonesia. Bagi para ahli gizi, inisiatif ini bukan hanya sekadar pemberian makanan, tetapi juga investasi jangka panjang menuju visi Indonesia Emas 2045. Namun, sejauh mana efektivitasnya di lapangan dan tantangan apa yang dihadapi?

Menurut Mochammad Rizal, MS, RD — ahli gizi yang kini menempuh studi doktoral di bidang International Nutrition di Cornell University, Amerika Serikat — Indonesia sedang menghadapi fenomena triple burden of malnutrition atau beban gizi ganda, yakni stunting, anemia, dan obesitas yang kian meningkat, terutama di kalangan anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah.

“Masalah gizi yang kita hadapi saat ini tidak hanya berkaitan dengan tinggi badan. Dampaknya bisa sampai ke penurunan kualitas hidup, tingkat kecerdasan, bahkan produktivitas ekonomi anak di masa depan. Itulah sebabnya pemerintah menyebut MBG sebagai investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa,” ujar Rizal.

Secara ideal, intervensi gizi paling efektif adalah pada ibu hamil hingga anak usia dua tahun. Namun, melalui MBG, pemerintah menargetkan pemenuhan gizi anak-anak sekolah dari keluarga menengah ke bawah. Jika dijalankan secara konsisten dan tepat sasaran, program ini berpotensi menurunkan angka anemia serta meningkatkan kesehatan anak-anak Indonesia.

“Dalam jangka pendek, kita bisa melihat perubahan nyata, seperti perbaikan status gizi dan penurunan anemia. Anak-anak yang tumbuh sehat hari ini akan menjadi generasi bebas stunting di masa depan,” tambahnya.

Selain manfaat kesehatan, MBG diharapkan juga meningkatkan semangat belajar anak. Ketika kebutuhan gizi terpenuhi, konsentrasi dan performa belajar pun akan lebih baik. Program ini juga diyakini mampu memperkuat rantai pasok pangan lokal dengan melibatkan petani, nelayan, dan penyedia katering daerah.

Namun, pelaksanaan MBG masih dihadapkan pada sejumlah kendala. Salah satunya adalah kebiasaan makan anak yang terbiasa dengan ultra processed food (UPF) seperti jajanan tinggi gula, garam, dan lemak.

“Menu bergizi ideal terkadang tidak dihabiskan karena anak-anak belum terbiasa. Tapi menggantinya dengan makanan olahan seperti nugget atau sosis agar habis justru menggeser tujuan utama program. Jadi perlu ada pendekatan bertahap untuk mengubah perilaku makan siswa,” jelas Rizal.

Monitoring dan Evaluasi di Sekolah

Untuk memantau dampak program, sekolah diwajibkan melakukan evaluasi rutin terhadap konsumsi makanan, sisa makanan, serta kejadian tak terduga yang berkaitan dengan keamanan pangan. Panduan ini tercantum dalam Panduan Implementasi Program MBG di Satuan Pendidikan yang disusun oleh Kemendikdasmen pada 2025.

Sekolah juga diminta melakukan pengukuran berat badan, tinggi badan, dan indeks massa tubuh siswa setiap enam bulan sekali. Selain itu, perubahan perilaku siswa dalam menerapkan pola makan sehat dan perilaku hidup bersih juga menjadi aspek penting dalam evaluasi.

Data komprehensif yang dikumpulkan — mulai dari jumlah penerima manfaat, menu yang disajikan, tingkat food waste, hingga status gizi siswa — akan menjadi landasan penting untuk penilaian dan penyempurnaan kebijakan MBG ke depan.

Tantangan SDM dan Keamanan Pangan

Rizal menyoroti pentingnya peran ahli gizi dalam memastikan pelaksanaan MBG berjalan aman dan tepat gizi. Namun, ia menilai rasio tenaga gizi yang ada saat ini masih belum ideal.

“Bayangkan, satu ahli gizi harus memantau hingga 3.000–4.000 porsi makanan. Itu sangat berat dan bisa meningkatkan risiko keamanan pangan. Tapi kabar baiknya, regulasi terbaru sudah membatasi maksimal produksi hanya 2.000 porsi per satuan penyedia pangan bergizi (SPPG),” katanya.

Selain memastikan menu bergizi, ahli gizi juga berperan dalam memberikan edukasi kepada siswa dan keluarga mengenai pentingnya pola makan seimbang. Edukasi ini diharapkan membangun kesadaran jangka panjang terhadap perilaku makan sehat.

“Program ini masih baru, jadi wajar jika masih banyak yang perlu dibenahi. Masukan konstruktif dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk menyempurnakannya,” tutup Rizal.

Program MBG merupakan inisiatif besar lintas sektor yang melibatkan pemerintah, tenaga kesehatan, sekolah, dan masyarakat. Dengan implementasi yang tepat serta pengawasan yang konsisten, program ini diharapkan mampu melahirkan generasi Indonesia 2045 yang sehat, cerdas, dan produktif.