Jamkrindo

Ekonomi Global Melambat, Menkeu Sri Mulyani: Pemerintah Perkuat Pertahanan Ekonomi RI

Oleh Farida Ratnawati pada 25 Apr 2025, 08:40 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati buka suara terkait penurunan proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) terhadap pertumbuhan ekonomi global.

Adapun Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan melambat untuk tahun 2025 menjadi 2,8 persen, atau turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,3 persen.

Sri Mulyani menyampaikan bahwa penurunan proyeksi ekonomi disebabkan oleh dampak langsung dari eskalasi perang tarif.

"Jadi kenaikan tarif oleh Amerika Serikat yang menimbulkan retaliasi atau kemudian penurunan aktivitas dari perdagangan antar negara dan itu merupakan dampak langsung," ujarnya dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Kamis, 24 April.

Selain itu, Sri Mulyani menyampaikan kebijakan tarif resiprokal oleh AS juga menimbulkan dampak tidak langsung yaitu berupa disrupsi rantai pasok, meningkatnya ketidakpastian dalam perdagangan dan investasi, serta memburuknya sentimen pelaku usaha terhadap prospek ekonomi global.

Sri Mulyani menjelaskan, dalam World Economic Outlook (WEO) edisi April 2025 menunjukkan koreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi di berbagai negara.

Misalnya, pertumbuhan ekonomi Thailand dikoreksi turun sebesar 1,1 persen, Vietnam 0,9 persen, Filipina 0,6 persen, dan Meksiko 1,7 persen. Indonesia juga mengalami koreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2025 menjadi 4,7 persen, turun 0,4 persen dari proyeksi sebelumnya.

Meski demikian, Sri Mulyani menjelaskan, koreksi terhadap Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara-negara lain yang memiliki eksposur perdagangan internasional dan hubungan ekonomi dengan AS yang lebih besar.

"Pemburukan dampak dari perang tarif semakin dirasakan dengan langkah Tiongkok yang mengumumkan retaliasi meskipun lebih banyak negara-negara yang merespon kebijakan tarif resiprokal AS melalui jalur diplomasi atau negosiasi," tuturnya.

Sri Mulyani menyampaikan ketegangan ini memperburuk hubungan dagang antara AS dan Tiongkok di mana telah menaikkan tarif hingga lebih dari 100 persen, yang berisiko memicu kenaikan inflasi dan penurunan pertumbuhan ekonomi, khususnya di AS.

"Perkembangan selanjutnya Pemerintah AS, Presiden Donald Trump menunda pemberlakuan tarif resiprokal selama 90 hari untuk negara-negara yang tidak melakukan retaliasi namun terhadap negara-negara tersebut tarif dasar yang sifatnya universal yaitu 10 persen tetap diberlakukan," ucapnya.

Adapun di tengah ketegangan tersebut, ekonomi Tiongkok masih menunjukkan pertumbuhan yang solid pada kuartal I 2025, bahkan melampaui ekspektasi sebagian besar ekonom.

Namun, ke depan, pertumbuhan tersebut diperkirakan akan terdampak akibat meningkatnya tensi perdagangan.

Menghadapi dinamika ini, Sri Mulyani menyampaikan Indonesia akan terus meningkatkan kewaspadaan terhadap perkembangan perekonomian global.

Selain itu, ia menyampaikan pemerintah akan aktif melakukan mitigasi awal melalui negosiasi dan komunikasi dengan Pemerintah AS, serta melanjutkan deregulasi sesuai arahan Presiden Prabowo, termasuk menghapus hambatan non-tarif antar kementerian dan lembaga.

Sri Mulyani menambahkan, pemerintah juga akan terus memperkuat permintaan domestik (domestic demand) melalui kebijakan fiskal dan moneter yang terkoordinasi dan sejalan.

"Dengan selaras Indonesia diperkirakan dapat mengendalikan dampak negatif ketidakpastian global dan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan serta memelihara momentum pertumbuhan ekonomi," imbuhnya.