Jamkrindo

Harga Beras Melonjak, Inflasi Terancam Naik Meski Produksi Domestik Tinggi

Oleh M.Dhayfan Al-ghiffari pada 24 Sep 2025, 20:15 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com – Harga beras di Indonesia terus melambung hingga mencapai level tertinggi, meskipun produksi domestik tercatat cukup tinggi dan stok pemerintah relatif aman. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius terhadap inflasi nasional dan daya beli masyarakat.

Lonjakan harga beras tidak hanya dipicu oleh faktor domestik, tetapi juga oleh gejolak harga pangan dunia. Sejumlah negara eksportir besar, seperti India, menerapkan pembatasan ekspor beras yang berdampak pada kenaikan harga global. Situasi ini memberi tekanan tambahan bagi pasar dalam negeri.

Meski Bulog melaporkan ketersediaan stok yang cukup, harga tetap sulit terkendali. Biaya distribusi yang tinggi dan praktik spekulasi pedagang disebut menjadi faktor utama yang menjaga harga di level mahal. Akibatnya, konsumen tidak merasakan manfaat dari produksi yang melimpah.

Beras merupakan komoditas utama dalam keranjang inflasi Indonesia. Setiap kenaikan harga langsung memicu inflasi pangan, yang kemudian memberi tekanan pada inflasi umum. Bank Indonesia menilai kondisi ini perlu diantisipasi agar tidak melampaui target inflasi tahunan.

Dampak paling nyata dirasakan oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Sekitar 20–25 persen pengeluaran rumah tangga miskin digunakan untuk membeli beras. Dengan harga yang kian mahal, daya beli mereka tergerus sehingga konsumsi barang dan jasa lain ikut menurun.

Pelemahan daya beli ini dikhawatirkan dapat menekan pertumbuhan ekonomi domestik. Konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penopang utama pertumbuhan bisa melambat, sehingga memengaruhi kinerja ekonomi secara keseluruhan.

Pemerintah berupaya meredam gejolak dengan operasi pasar dan mempercepat distribusi beras melalui jaringan Bulog. Selain itu, opsi impor beras tambahan juga mulai dipertimbangkan demi menjaga stabilitas harga di pasar.

Namun, langkah tersebut tetap menghadapi tantangan. Ketersediaan beras di pasar internasional terbatas akibat kebijakan proteksi negara eksportir. Hal ini membuat biaya impor berisiko lebih mahal dan kurang efektif sebagai solusi jangka panjang.

Bank Indonesia berada pada posisi dilematis. Menahan inflasi dengan menaikkan suku bunga bisa menekan pertumbuhan ekonomi, sementara membiarkan inflasi terlalu tinggi berpotensi melemahkan konsumsi masyarakat.

Ke depan, pembenahan distribusi pangan dalam negeri dan penguatan cadangan strategis menjadi kunci utama. Tanpa langkah konkret, lonjakan harga beras bisa menjadi faktor risiko yang signifikan bagi stabilitas ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global.