Jamkrindo

Harga Emas Justru Menguat di Saat Hubungan Iran dan Israel Memanas

Oleh Saeful Imam pada 19 Apr 2024, 16:07 WIB

Harga emas menguat di saat terjadinya konflik Iran dan Israel



JAKARTA, Cobisnis.com - Harga emas global mengalami penguatan pada akhir perdagangan Kamis (18/4/2024) waktu setempat atau Jumat (19/4/2024) pagi waktu Indonesia karena terus berlanjutnya ketegangan di Timur Tengah. Berdasarkan laporan CNBC, harga emas di pasar spot meningkat sebesar 1 persen menjadi 2.384,83 dolar AS per ons. Sementara itu, harga emas berjangka di Bursa New York Exchange Comex naik 0,4 persen menjadi 2.397,30 dolar AS per ons.

Minat terhadap logam mulia meningkat di tengah ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel, meskipun data ekonomi yang positif dari Amerika Serikat (AS) telah mempengaruhi prospek penurunan suku bunga dalam waktu dekat.

Di Timur Tengah, Israel telah memberikan isyarat akan merespons serangkaian serangan yang dilakukan oleh Iran meskipun negara-negara barat telah mengimbau untuk menahan diri. Meskipun demikian, jenis serangan yang akan dilakukan oleh Israel belum diungkapkan.

Sebelumnya, Iran menyerang Israel dengan menggunakan ratusan drone dan rudal pada akhir pekan sebelumnya sebagai tanggapan atas serangan Israel terhadap konsulat Iran di Damaskus pada tanggal 1 April 2024. "Ketika terjadi ketegangan geopolitik, investor cenderung beralih ke emas, seperti yang terlihat saat ini," ungkap Kepala Analis Pasar di Gainesville Coins, Everett Millman.

Emas dianggap sebagai aset lindung nilai atau tempat yang aman saat terjadi gejolak yang dapat mempengaruhi ekonomi global, termasuk konflik geopolitik.

Menurut Millman, jika konflik di Timur Tengah semakin memanas, harga emas dapat mencapai kisaran 2.500 hingga 2.600 dolar AS per ons. Namun, jika terjadi gencatan senjata, harga emas dapat turun hingga mencapai 2.200 dolar AS per ons.

Meskipun data menunjukkan bahwa klaim pengangguran mingguan di AS tetap stabil dari tingkat rendah minggu sebelumnya, harga emas tetap mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan kekuatan ekonomi AS yang terus meningkat. Data ekonomi AS yang positif, serta retorika yang mendukung kebijakan moneter yang ketat dari bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), telah mendorong investor untuk secara signifikan mengubah pandangan mereka terhadap kemungkinan penurunan suku bunga dalam waktu dekat.