JAKARTA, Cobisnis.com - Senior Partner Roland Berger Ashok Kaul memuji langkah pemerintah Indonesia dalam mendorong inovasi di sejumlah sektor industri, khususnya kendaraan listrik hingga produk nikotin lainnya.
Ashok turut mengapresiasi Pemerintah Indonesia dalam kebijakan yang mengizinkan penggunaan tembakau dan produk nikotin lainnya, berbeda dengan Singapura yang melarangnya.
Namun, ia turut menyoroti terkait perlu adanya evaluasi terhadap kebijakan pajak yang masih menyamakan produk ini dengan rokok konvensional.
"Contoh regulasi terkait tembakau dan nikotin. Di sisi positif, Indonesia mengizinkan produk kantong nikotin (nicotine pouches), berbeda dengan Singapura yang melarangnya. Namun, ada juga sisi negatif, yaitu tarif pajak produk tersebut masih disamakan dengan rokok," jelasnya dalam konferensi pers Innovation Summit Southeast Asia (ISSA) 2025, Selasa, 6 Mei.
Ashok menyebut inovasi dalam sektor industri kendaraan listrik membuat Indonesia berada di jalur yang tepat dengan regulasi progresif yang mendorong transformasi industri secara berkelanjutan.
"Regulasi pemerintah sangat proaktif dalam mendorong adopsi kendaraan listrik. Walaupun di sisi konsumen belum sepenuhnya berkembang seperti yang diharapkan, ada tren peningkatan yang positif," ujarnya.
Ia juga menyoroti pengalaman pribadi saat ditawari layanan kendaraan listrik premium dengan harga yang lebih baik daripada taksi biasa, hal ini sebagai bukti nyata efektivitas kebijakan
"Saat saya tiba di bandara, saya melihat iklan besar dan bahkan ditawari naik kendaraan listrik sebagai alternatif taksi. Sopir kendaraan listrik menawarkan tarif yang sama atau lebih baik daripada taksi biasa, dengan kendaraan premium. Ini salah satu contoh terbaik dari regulasi yang progresif dalam mendorong pasar kendaraan listrik yang pernah saya lihat," tuturnya.
Ashok menyampaikan sektor lain yang memiliki potensi besar adalah pertambangan dimana industri ini sangat penting bagi perekonomian Indonesia dan membutuhkan transformasi menuju praktik yang lebih berkelanjutan.
"Contoh lainnya adalah industri kelapa sawit. Sebagai seseorang yang berasal dari Eropa, saya tahu bahwa kelapa sawit merupakan komoditas ekspor penting dari Indonesia ke Eropa," imbuhnya.
Meskipun masih ada kekhawatiran di Eropa mengenai dampak lingkungan dari kelapa sawit, ia melihat bahwa regulasi yang tepat dapat berperan penting dalam mendorong produksi dan distribusi yang lebih ramah lingkungan.
Secara keseluruhan, ia menilai bahwa Indonesia berada di jalur yang cukup baik dalam hal pengembangan industrinya.
Meski demikian, Ashok menyampaikan kurang sependapat dengan penerapan jangka panjang terkait kebijakan seperti kewajiban kandungan lokal (local content), lantaran kebijakan semacam ini dapat efektif untuk melindungi sektor-sektor tertentu, seperti pertambangan, dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang, pendekatan berbasis pasar bebas adalah yang paling optimal.
"Jika memang diperlukan proteksi atau kebijakan kandungan lokal, sebaiknya diterapkan dalam jangka waktu terbatas saja, lalu dihentikan seiring berkembangnya industri tersebut," tuturnya.
Sementara itu, Former Director, Research Policy & Cooperation, WHO Geneva Tikki Pang menyampaikan dalam transformasi industri untuk peningkatan kesehatan, Indonesia dapat belajar dari berbagai model regulasi di negara lain, khususnya terkait produk pengurangan dampak buruk tembakau (tobacco harm reduction/THR).
"Ada spektrum yang luas dalam pendekatan regulasi ini. Di satu ujung, terdapat negara-negara yang tidak memiliki regulasi sama sekali. Keuntungan dari pendekatan ini adalah akses yang terbuka dan persaingan pasar yang sehat, sehingga harga bisa lebih terjangkau. Namun, ketiadaan regulasi juga berisiko menghasilkan produk berkualitas rendah," jelasnya.
Tikki menyampaikan negara-negara seperti Indonesia dan Filipina yang menerapkan regulasi yang progresif dan proporsional terhadap risiko dan pendekatan ini penting karena memungkinkan pengawasan terhadap akses anak di bawah umur, sekaligus menjaga kualitas dan keamanan produk.
"Filipina, misalnya, memiliki undang-undang khusus tentang vape yang mengatur batas usia pengguna serta standar kualitas dan keselamatan produk," ucapnya.
Sementara itu, ia menyampaikan terdapat negara-negara yang menerapkan pelarangan total terhadap produk tobacco harm reduction, seperti Singapura, Thailand, dan Australia.
Menurutnya, larangan ini seringkali justru menumbuhkan pasar gelap yang sulit dikendalikan seperti di Singapura, misalnya, kasus penyelundupan vape cukup sering terjadi, dan besar kemungkinan banyak pelaku yang tidak terdeteksi, sedangkan di Australia, bahkan apotek yang menjual vape sesuai resep dokter pernah menjadi sasaran serangan akibat tekanan dari pasar ilegal.
"Dari semua pendekatan ini, saya pribadi lebih mendukung pendekatan yang moderat dan berbasis pada proporsionalitas risiko," imbuhnya.
Tikki menyampaikan Indonesia saat ini masih menghadapi tantangan salah satunya soal pajak, sehingga diperlukan kebijakan yang lebih rasional dan berimbang dalam mengatur hal tersebut
"Yang terpenting, regulasi harus memastikan aksesibilitas dan keterjangkauan produk bagi mereka yang paling membutuhkan," pungkasnya.
Ashok turut mengapresiasi Pemerintah Indonesia dalam kebijakan yang mengizinkan penggunaan tembakau dan produk nikotin lainnya, berbeda dengan Singapura yang melarangnya.
Namun, ia turut menyoroti terkait perlu adanya evaluasi terhadap kebijakan pajak yang masih menyamakan produk ini dengan rokok konvensional.
"Contoh regulasi terkait tembakau dan nikotin. Di sisi positif, Indonesia mengizinkan produk kantong nikotin (nicotine pouches), berbeda dengan Singapura yang melarangnya. Namun, ada juga sisi negatif, yaitu tarif pajak produk tersebut masih disamakan dengan rokok," jelasnya dalam konferensi pers Innovation Summit Southeast Asia (ISSA) 2025, Selasa, 6 Mei.
Ashok menyebut inovasi dalam sektor industri kendaraan listrik membuat Indonesia berada di jalur yang tepat dengan regulasi progresif yang mendorong transformasi industri secara berkelanjutan.
"Regulasi pemerintah sangat proaktif dalam mendorong adopsi kendaraan listrik. Walaupun di sisi konsumen belum sepenuhnya berkembang seperti yang diharapkan, ada tren peningkatan yang positif," ujarnya.
Ia juga menyoroti pengalaman pribadi saat ditawari layanan kendaraan listrik premium dengan harga yang lebih baik daripada taksi biasa, hal ini sebagai bukti nyata efektivitas kebijakan
"Saat saya tiba di bandara, saya melihat iklan besar dan bahkan ditawari naik kendaraan listrik sebagai alternatif taksi. Sopir kendaraan listrik menawarkan tarif yang sama atau lebih baik daripada taksi biasa, dengan kendaraan premium. Ini salah satu contoh terbaik dari regulasi yang progresif dalam mendorong pasar kendaraan listrik yang pernah saya lihat," tuturnya.
Ashok menyampaikan sektor lain yang memiliki potensi besar adalah pertambangan dimana industri ini sangat penting bagi perekonomian Indonesia dan membutuhkan transformasi menuju praktik yang lebih berkelanjutan.
"Contoh lainnya adalah industri kelapa sawit. Sebagai seseorang yang berasal dari Eropa, saya tahu bahwa kelapa sawit merupakan komoditas ekspor penting dari Indonesia ke Eropa," imbuhnya.
Meskipun masih ada kekhawatiran di Eropa mengenai dampak lingkungan dari kelapa sawit, ia melihat bahwa regulasi yang tepat dapat berperan penting dalam mendorong produksi dan distribusi yang lebih ramah lingkungan.
Secara keseluruhan, ia menilai bahwa Indonesia berada di jalur yang cukup baik dalam hal pengembangan industrinya.
Meski demikian, Ashok menyampaikan kurang sependapat dengan penerapan jangka panjang terkait kebijakan seperti kewajiban kandungan lokal (local content), lantaran kebijakan semacam ini dapat efektif untuk melindungi sektor-sektor tertentu, seperti pertambangan, dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang, pendekatan berbasis pasar bebas adalah yang paling optimal.
"Jika memang diperlukan proteksi atau kebijakan kandungan lokal, sebaiknya diterapkan dalam jangka waktu terbatas saja, lalu dihentikan seiring berkembangnya industri tersebut," tuturnya.
Sementara itu, Former Director, Research Policy & Cooperation, WHO Geneva Tikki Pang menyampaikan dalam transformasi industri untuk peningkatan kesehatan, Indonesia dapat belajar dari berbagai model regulasi di negara lain, khususnya terkait produk pengurangan dampak buruk tembakau (tobacco harm reduction/THR).
"Ada spektrum yang luas dalam pendekatan regulasi ini. Di satu ujung, terdapat negara-negara yang tidak memiliki regulasi sama sekali. Keuntungan dari pendekatan ini adalah akses yang terbuka dan persaingan pasar yang sehat, sehingga harga bisa lebih terjangkau. Namun, ketiadaan regulasi juga berisiko menghasilkan produk berkualitas rendah," jelasnya.
Tikki menyampaikan negara-negara seperti Indonesia dan Filipina yang menerapkan regulasi yang progresif dan proporsional terhadap risiko dan pendekatan ini penting karena memungkinkan pengawasan terhadap akses anak di bawah umur, sekaligus menjaga kualitas dan keamanan produk.
"Filipina, misalnya, memiliki undang-undang khusus tentang vape yang mengatur batas usia pengguna serta standar kualitas dan keselamatan produk," ucapnya.
Sementara itu, ia menyampaikan terdapat negara-negara yang menerapkan pelarangan total terhadap produk tobacco harm reduction, seperti Singapura, Thailand, dan Australia.
Menurutnya, larangan ini seringkali justru menumbuhkan pasar gelap yang sulit dikendalikan seperti di Singapura, misalnya, kasus penyelundupan vape cukup sering terjadi, dan besar kemungkinan banyak pelaku yang tidak terdeteksi, sedangkan di Australia, bahkan apotek yang menjual vape sesuai resep dokter pernah menjadi sasaran serangan akibat tekanan dari pasar ilegal.
"Dari semua pendekatan ini, saya pribadi lebih mendukung pendekatan yang moderat dan berbasis pada proporsionalitas risiko," imbuhnya.
Tikki menyampaikan Indonesia saat ini masih menghadapi tantangan salah satunya soal pajak, sehingga diperlukan kebijakan yang lebih rasional dan berimbang dalam mengatur hal tersebut
"Yang terpenting, regulasi harus memastikan aksesibilitas dan keterjangkauan produk bagi mereka yang paling membutuhkan," pungkasnya.