JAKARTA, Cobisnis.com – Auto reject bawah atau ARB merupakan mekanisme bursa yang aktif saat harga saham turun hingga batas penurunan harian. Kondisi ini kerap muncul ketika tekanan jual jauh lebih besar dibanding minat beli di pasar.
Secara teknis, ARB terjadi bukan karena kesalahan sistem, melainkan akibat interaksi permintaan dan penawaran. Saat antrean jual menumpuk dan pembeli terbatas, harga akan terus turun hingga menyentuh batas yang ditetapkan bursa.
Salah satu pemicu utama ARB adalah aksi ambil untung setelah kenaikan harga yang cepat. Investor jangka pendek cenderung merealisasikan keuntungan lebih awal, terutama saat harga dianggap sudah mencapai target.
Selain itu, perubahan sentimen pasar juga berperan besar. Ketika kondisi ekonomi global atau domestik memicu sikap defensif, investor biasanya mengurangi eksposur pada aset berisiko tinggi.
Likuiditas saham menjadi faktor penentu berikutnya. Saham dengan volume transaksi rendah atau free float terbatas lebih rentan mengalami ARB karena minimnya antrean beli yang mampu menahan tekanan jual.
Dari sisi psikologis, penurunan harga yang cepat sering memicu kepanikan. Investor lain ikut menjual bukan karena analisis fundamental, tetapi karena kekhawatiran harga akan terus turun.
Faktor teknikal perdagangan juga mempercepat terjadinya ARB. Level support yang ditembus, cut loss otomatis, hingga algoritma perdagangan dapat mendorong penjualan dalam waktu singkat.
Dalam konteks ekonomi, ARB mencerminkan proses penyesuaian harga terhadap persepsi risiko. Pasar berupaya mencari titik keseimbangan baru yang dinilai lebih rasional oleh pelaku pasar.
ARB juga berfungsi sebagai sistem pengaman. Dengan membatasi penurunan harian, bursa memberi waktu bagi investor untuk mencerna informasi dan mengurangi gejolak berlebihan.
Secara keseluruhan, ARB tidak selalu mencerminkan masalah fundamental perusahaan. Dalam banyak kasus, kondisi ini lebih dipengaruhi oleh faktor teknis, sentimen jangka pendek, dan dinamika psikologi pasar.