JAKARTA, Cobisnis.com – Optimisme terhadap potensi keuntungan dari kecerdasan buatan (AI) telah mendorong pasar saham Amerika Serikat ke rekor tertinggi. Namun, para investor kini mulai waspada terhadap sejumlah risiko yang bisa mengganggu tren positif tersebut.
AI menjadi tema dominan di Wall Street sejak peluncuran ChatGPT pada November 2022, yang memicu euforia terhadap potensi teknologi ini. Strategi Citigroup memperkirakan hampir 50% dari total kapitalisasi pasar S&P 500 senilai sekitar USD 57 triliun memiliki eksposur “tinggi” atau “menengah” terhadap AI. Indeks S&P 500 tercatat naik 13% sepanjang tahun ini, sementara Nasdaq Composite yang sarat saham teknologi naik 17%.
“So much of what is holding up the markets is either directly or indirectly related to that trade,” ujar Yung-Yu Ma, Kepala Strategi Investasi di PNC Financial Services Group. Namun, saham-saham teknologi yang terkait AI beberapa kali mengalami penurunan, seperti saat munculnya model AI murah dari China, Deepseek, yang sempat mengguncang pasar pada awal tahun.
Meskipun tren AI kembali pulih, beberapa analis tetap berhati-hati. “Peluang di sini besar, tapi semuanya tergantung pada seberapa realistis ekspektasi pasar,” kata Steve Lowe dari Thrivent Financial. Ia menilai sebagian besar valuasi sudah mencerminkan pertumbuhan yang sangat tinggi, sehingga risiko koreksi tetap ada.
FOKUS PADA PENGELUARAN MODAL (CAPEX)
Investasi besar-besaran dalam infrastruktur AI menjadi perhatian utama investor. Menurut Barclays, pengeluaran modal dari perusahaan “hyperscalers” seperti Microsoft, Amazon, Alphabet, Meta, dan Oracle diperkirakan akan mendekati USD 500 miliar per tahun pada 2027, dua kali lipat dari 2024.
Investor khawatir jika laju investasi ini tidak sebanding dengan pertumbuhan pendapatan. “Yang perlu diperhatikan adalah apakah mereka menghabiskan uang lebih cepat dari pertumbuhan mereka sendiri,” kata Michael Arone dari State Street Investment Management.
Sementara itu, Garrett Melson dari Natixis Investment Managers menilai risiko terbesar justru ada pada “kurangnya investasi”, bukan berlebihan, karena perlambatan belanja bisa menghambat ekspansi AI.
Selain itu, muncul kekhawatiran atas hubungan finansial yang terlalu erat antarperusahaan AI, seperti investasi Nvidia sebesar USD 100 miliar di OpenAI, yang bisa menciptakan risiko sistemik.
TANTANGAN INFRASTRUKTUR DAN KEUNTUNGAN JANGKA PANJANG
Analis Barclays menyoroti potensi keterbatasan infrastruktur energi untuk mendukung pusat data AI sebagai salah satu tantangan utama. “Masalah pasokan listrik adalah faktor pembatas paling penting,” ujar Venu Krishna, Kepala Strategi Ekuitas AS di Barclays.
Investor juga akan memantau apakah permintaan terhadap AI mulai menurun atau investasi besar-besaran tidak menghasilkan keuntungan sesuai harapan. “Jika kebutuhan AI ternyata tidak sebesar yang diperkirakan, pasar bisa bereaksi negatif,” kata Yung-Yu Ma dari PNC.
Patrick Ryan dari Madison Investments menambahkan bahwa hingga kini, belum banyak bukti nyata peningkatan pendapatan dan produktivitas dari AI. “Kalau nanti terbukti semua investasi ini tidak membawa hasil nyata, itu bisa jadi pemicu besar bagi koreksi pasar,” ujarnya.