Jamkrindo

Kebijakan Pajak Kripto Baru: Babak Baru Regulasi dan Respons Industri

Oleh Muh. Abdi Sesardiman pada 01 Aug 2025, 09:16 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com - Pemerintah Indonesia kembali melakukan penyesuaian signifikan dalam regulasi aset digital melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025. Kebijakan ini mengubah status aset kripto dari komoditas menjadi Aset Keuangan Digital. Perubahan ini disambut positif oleh industri kripto karena dianggap sebagai pengakuan serius dari pemerintah terhadap potensi dan eksistensi sektor ini.

Tanggapan Industri: Antara Apresiasi dan Keterbatasan

Secara umum, pelaku industri mengapresiasi penyederhanaan skema pajak yang baru. Penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah salah satu poin penting yang disambut baik, karena investor kini tidak lagi dikenai pajak saat melakukan pembelian aset. Langkah ini dinilai dapat meningkatkan efisiensi dan kepastian bagi para investor.

Namun, penetapan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,21% menjadi sorotan utama. Meskipun tarif ini termasuk rendah dan menjadikan Indonesia salah satu negara dengan pajak kripto terendah di dunia, angka ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan skema pajak di pasar saham. Ini menimbulkan tantangan tersendiri, mengingat industri kripto masih dalam tahap pertumbuhan dan memerlukan insentif untuk berkembang secara inklusif.

Selain itu, skema PPh final ini juga dianggap memiliki kelemahan. Pajak tetap dikenakan pada setiap transaksi penjualan, bahkan ketika investor mengalami kerugian. Ini berbeda dengan capital gains tax yang hanya memajaki keuntungan, yang dinilai lebih adil. Para pelaku industri berharap pemerintah dapat mempertimbangkan skema yang lebih mencerminkan asas keadilan di masa depan.

Industri juga menekankan pentingnya pemerataan lapangan bermain (level playing field) antara platform lokal dan asing. Mereka mendorong pemerintah untuk memperketat pengawasan dan penerapan pajak terhadap transaksi yang dilakukan melalui platform luar negeri. Langkah ini tidak hanya untuk menjaga daya saing platform lokal, tetapi juga untuk mengoptimalkan potensi penerimaan pajak negara.

Kesiapan Platform dan Tantangan Implementasi

Untuk menanggapi kebijakan baru ini, platform perdagangan aset kripto di Indonesia telah memulai proses konsolidasi internal dan penyesuaian sistem. Proses ini melibatkan integrasi sistem baru, penyesuaian API, dan persiapan infrastruktur untuk pelaporan pajak yang akurat dan tepat waktu.

Namun, implementasi ini tidak lepas dari tantangan. Tantangan teknis dan operasional, seperti memastikan integrasi sistem berjalan mulus dan pelaporan data yang akurat, menjadi fokus utama. Oleh karena itu, pelaku industri sebelumnya telah mengusulkan masa transisi minimal satu bulan setelah PMK resmi diterbitkan. Masa transisi ini penting untuk memberikan waktu yang cukup bagi seluruh platform untuk mempersiapkan infrastruktur teknis, sistem pelaporan, dan mengedukasi pengguna mengenai perubahan yang ada.

Dengan koordinasi yang baik antara regulator dan industri, tantangan-tantangan ini diyakini dapat diatasi. Implementasi kebijakan ini diharapkan dapat memperkuat ekosistem kripto nasional dan mendorong pertumbuhan industri yang sehat, inovatif, serta berkontribusi pada inklusi keuangan digital di Indonesia.