JAKARTA, Cobisnis.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memperkirakan hingga akhir 2024, ekspor industri sawit nasional mampu mencapai Rp775 triliun. Seperti diketahui, sektor ini memberikan kontribusi terhadap PDB nasional sebesar 3,5 persen, dan dari total ekspor nonmigas industri memberikan andil sebesar 11,6 persen atau senilai Rp450 triliun sepanjang 2023.
"Nilai ekonomi industri ini mencapai Rp193 triliun pada triwulan II-2024, dan diproyeksi akan menembus Rp775 triliun hingga akhir tahun ini," ujar Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis, 21 November.
Putu mengatakan, kontribusi komoditas kelapa sawit mendominasi kinerja perekonomian Indonesia selama dua dekade terakhir. Minyak sawit telah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan, nonpangan hingga bahan bakar terbarukan.
Bahkan juga menjadi komoditas ekspor unggulan untuk menciptakan devisa negara dari ekspor produk yang bernilai tambah tinggi.
"Pencapaian program hilirisasi industri sawit ini terlihat dari dua indikator, yaitu ragam produk hilir dan rasio ekspor bahan baku dengan produk hilirnya," kata dia.
Dia menambahkan, ragam jenis produk hilir sawit semakin meningkat signifikan. Pada 2010 hanya terdapat 54 jenis, meningkat menjadi 193 jenis di 2023. Sementara itu, rasio ekspor bahan baku dan produk hilir sawit juga kian melonjak.
Adapun pada 2010, rasionya 40 persen dan 60 persen (bahan baku dan produk hilir sawit) naik drastis menjadi 7 persen dan 93 persen di 2023. "Ini menandakan bahwa kebijakan hilirisasi berjalan dengan baik," ucap Putu.
Menurut Putu, dampak luas yang diberikan industri pengolahan sawit di Indonesia, antara lain terlihat dari jumlah penyerapan tenaga kerja langsung dan tidak langsung sebanyak 17 juta orang. Dia menilai, industri pengolahan sawit telah menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru, khususnya di luar Pulau Jawa seperti Sumatra, Kalimantan dan wilayah lainnya di timur Indonesia.
"Penumbuhan pusat baru industri berbasis sawit di luar Jawa yang sudah ada saat ini antara lain di Dumai (Riau), Sei Mangkei (Sumatra Utara), Tarjun (Kalimantan Selatan), Kotawaringin Barat (Kalimantan Tengah), Bitung (Sulawesi Utara) dan Balikpapan (Kalimantan Timur). Ini juga artinya menumbuhkan aglomerasi atau kawasan industri baru berbasis sawit," tuturnya.
Lebih lanjut, kata Putu, penumbuhan industri pengolahan sawit telah mampu menggerakkan aktivitas produktif kegiatan usaha, khususnya di daerah terluar, tertinggal dan terpencil (3T).
"Jadi, turut menjaga kedaulatan ekonomi, khususnya terkait substitusi impor dan teritorial di perbatasan negara," pungkasnya.
"Nilai ekonomi industri ini mencapai Rp193 triliun pada triwulan II-2024, dan diproyeksi akan menembus Rp775 triliun hingga akhir tahun ini," ujar Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis, 21 November.
Putu mengatakan, kontribusi komoditas kelapa sawit mendominasi kinerja perekonomian Indonesia selama dua dekade terakhir. Minyak sawit telah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan, nonpangan hingga bahan bakar terbarukan.
Bahkan juga menjadi komoditas ekspor unggulan untuk menciptakan devisa negara dari ekspor produk yang bernilai tambah tinggi.
"Pencapaian program hilirisasi industri sawit ini terlihat dari dua indikator, yaitu ragam produk hilir dan rasio ekspor bahan baku dengan produk hilirnya," kata dia.
Dia menambahkan, ragam jenis produk hilir sawit semakin meningkat signifikan. Pada 2010 hanya terdapat 54 jenis, meningkat menjadi 193 jenis di 2023. Sementara itu, rasio ekspor bahan baku dan produk hilir sawit juga kian melonjak.
Adapun pada 2010, rasionya 40 persen dan 60 persen (bahan baku dan produk hilir sawit) naik drastis menjadi 7 persen dan 93 persen di 2023. "Ini menandakan bahwa kebijakan hilirisasi berjalan dengan baik," ucap Putu.
Menurut Putu, dampak luas yang diberikan industri pengolahan sawit di Indonesia, antara lain terlihat dari jumlah penyerapan tenaga kerja langsung dan tidak langsung sebanyak 17 juta orang. Dia menilai, industri pengolahan sawit telah menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru, khususnya di luar Pulau Jawa seperti Sumatra, Kalimantan dan wilayah lainnya di timur Indonesia.
"Penumbuhan pusat baru industri berbasis sawit di luar Jawa yang sudah ada saat ini antara lain di Dumai (Riau), Sei Mangkei (Sumatra Utara), Tarjun (Kalimantan Selatan), Kotawaringin Barat (Kalimantan Tengah), Bitung (Sulawesi Utara) dan Balikpapan (Kalimantan Timur). Ini juga artinya menumbuhkan aglomerasi atau kawasan industri baru berbasis sawit," tuturnya.
Lebih lanjut, kata Putu, penumbuhan industri pengolahan sawit telah mampu menggerakkan aktivitas produktif kegiatan usaha, khususnya di daerah terluar, tertinggal dan terpencil (3T).
"Jadi, turut menjaga kedaulatan ekonomi, khususnya terkait substitusi impor dan teritorial di perbatasan negara," pungkasnya.