Jamkrindo

Kemenperin Terima 10 Pengaduan Dampak Pengetatan HGBT

Oleh Farida Ratnawati pada 23 Aug 2025, 12:48 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, sudah ada sekitar 10 pengaduan resmi dari industri terkait keterbatasan pasokan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).

HGBT adalah program pemerintah yang memberikan harga gas lebih murah untuk sejumlah industri. Program itu telah berjalan sejak 2020 dan terbukti membantu industri memaksimalkan produksinya.

Pembatasan itu dinilai mengganggu keberlangsungan produksi sekaligus berpotensi menurunkan daya saing industri nasional.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, seluruh pengaduan datang baik dari perusahaan langsung maupun asosiasi industri.

"Sudah ada hampir 10 pengaduan masuk, baik dari industri langsung maupun dari asosiasi industri. Kami akan mencermati lebih dalam pengaduan masuk, karena industri pengguna HGBT ini jumlahnya cukup banyak dan industri pengguna di luar HGBT juga banyak," ujar Febri seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Jumat, 22 Agustus.

Febri bilang, pihaknya membuka pintu selebar-lebarnya bagi perusahaan industri untuk menyampaikan laporan resmi melalui masing-masing pembina sektor terkait suplai gas dibatasi tersebut.

"Kami mempersilakan kepada perusahaan atau pelaku industri untuk menyampaikan aduan kepada masing-masing pembina sektor, misalnya industri semen, keramik atau kaca kepada Direktorat Bahan Galian Non Logam, sementara untuk sektor lain seperti oleokimia dan baja dapat melaporkan kepada unit pembinanya," kata dia.

Pihaknya menilai, pembatasan pasokan hingga 70 persen per hari dan pengenaan surcharge hingga 120 persen bagi penggunaan gas melebihi kuota sangat memberatkan industri.

Selain itu, suplai gas dengan harga 6,5-7 dolar AS per MMBTU saja yang langka, namun harga gas di atas 14,8 dolar per MMBTU lancar.

"Kalau industri membeli gas dengan harga di atas 15 dolar AS per MMBTU, pasokannya tersedia. Namun, jika membeli di harga HGBT sebesar 6,5 dolar AS per MMBTU, pasokannya justru tidak tersedia. Ada apa dengan produsen gas di hulu?" tanya Febri.

Menurut Febri, krisis gas berdampak luas, mulai dari proses produksi, iklim investasi hingga ketenagakerjaan, seperti yang ditemukan dalam kunjungan kerja ke PT Doulton di Banten.

Perusahaan tersebut telah merumahkan 450 karyawan akibat pasokan gas tidak stabil. Perumahan karyawan tersebut akan dilakukan hingga pasokan gas kembali normal.

"Di lingkungan PT Doulton sendiri, sebanyak 450 tenaga kerja terpaksa dirumahkan setelah operasi produksi terhenti akibat pembatasan pasokan gas," terang Febri.

Oleh karena itu, Febri meminta tidak ada lagi pembatasan pasokan harian yang diterapkan produsen gas kepada industri, agar proses produksi berjalan lancar.

"Pengetatan HGBT tersebut sebaiknya dicabut agar pasokan gas kembali pada mekanisme semula, tanpa pembatasan hingga 70 persen per hari maupun lonjakan harga sampai 120 persen," tuturnya.

Terlebih, menurut Febri, masalah pasokan gas juga bisa menghambat program prioritas pemerintah, termasuk Astacita Presiden Prabowo Subianto.

"Krisis ini sangat berdampak pada produksi, penyerapan tenaga kerja hingga iklim investasi. Bahkan, berpotensi menghambat target Astacita Presiden Prabowo, termasuk program pembangunan 3 juta rumah," jelas Febri.

Jika pasokan gas tetap bermasalah, lanjutnya, harga produk industri seperti keramik berpotensi melonjak, sehingga membebani pemerintah dalam menanggung subsidi program perumahan rakyat.