JAKARTA, Cobisnis.com - Senior Investment Strategist DBS Daryl Ho memproyeksikan obligasi Indonesia bakal terimbas positif secara signifikan dari pemangkasan suku bunga The Fed, yang diperkirakan terjadi pada November 2024.
Sebab, pemangkasan suku bunga memengaruhi imbal hasil, sementara imbal hasil bergerak berlawanan dengan harga obligasi.
"Ini akan menjadi hal positif dari sisi capital gain, pada obligasi. Imbal hasil naik karena harga obligasi bergerak berlawanan dengan imbal hasil," kata Daryl dalam media briefing DBS, Selasa, 1 Oktober.
Turunnya Fed Fund Rate (FFR) juga berpotensi melemahkan dolar AS. Kondisi ini dinilai bisa menguntungkan Indonesia yang memiliki posisi utang luar negeri cukup besar. Bila dolar AS melemah, utang luar negeri yang perlu dibayar oleh Indonesia menjadi lebih ringan.
"Jika dolar AS tetap kuat, maka akan lebih menantang bagi Indonesia untuk membayar utang. Sementara, jika dolar AS melemah karena pemangkasan suku bunga The Fed, maka kemampuan Indonesia membayar utang menjadi lebih baik," jelas dia.
Terlebih, obligasi Indonesia memiliki peringkat kredit BBB, sehingga menawarkan keuntungan yang menarik bagi investor dengan risiko yang relatif terukur.
Obligasi dengan tenor 7 sampai 10 tahun yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan Indonesia juga menambah daya tarik untuk investor, lantaran menawarkan pengembalian yang stabil dalam jangka panjang.
Di sisi lain, Senior Investment Strategist DBS Joanne Goh menilai pasar ekuitas ASEAN juga bakal terdampak positif, tak terkecuali Indonesia.
Pelonggaran moneter AS dan pemangkasan FFR akan mendorong percepatan arus modal masuk ke negara berkembang, termasuk ASEAN, terutama sektor-sektor seperti perusahaan besar (blue-chip).
Sektor perbankan disebut akan menjadi penerima manfaat utama, karena menjadi yang mendominasi pasar ekuitas di Indonesia dengan komposisi sekitar 30 persen. Hal serupa juga terjadi di Singapura, Thailand, dan Malaysia.
"Bank akan mendapat manfaat dari peningkatan likuiditas akibat suku bunga yang rendah. Meskipun penurunan suku bunga dapat memberikan tekanan pada profitabilitas bank, jika ekonomi ASEAN tetap kuat, maka peningkatan likuiditas akan mendukung pertumbuhan," jelas Joanne.
Sektor lainnya, seperti DIRE atau Dana Investasi Real Estat, di kawasan ASEAN juga diyakini akan mendapat keuntungan dari pemangkasan suku bunga The Fed.
Joanne juga berpendapat Indonesia menjadi salah satu pasar utama yang diuntungkan dari strategi China Plus One, di mana investasi asing langsung (FDI) dialihkan ke negara-negara selain China. Indonesia juga akan mendapatkan keuntungan dari permintaan domestik yang kuat dan penurunan suku bunga, yang akan mendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi.
"Secara keseluruhan, Indonesia adalah salah satu pasar favorit DBS di ASEAN," tuturnya.
Sebab, pemangkasan suku bunga memengaruhi imbal hasil, sementara imbal hasil bergerak berlawanan dengan harga obligasi.
"Ini akan menjadi hal positif dari sisi capital gain, pada obligasi. Imbal hasil naik karena harga obligasi bergerak berlawanan dengan imbal hasil," kata Daryl dalam media briefing DBS, Selasa, 1 Oktober.
Turunnya Fed Fund Rate (FFR) juga berpotensi melemahkan dolar AS. Kondisi ini dinilai bisa menguntungkan Indonesia yang memiliki posisi utang luar negeri cukup besar. Bila dolar AS melemah, utang luar negeri yang perlu dibayar oleh Indonesia menjadi lebih ringan.
"Jika dolar AS tetap kuat, maka akan lebih menantang bagi Indonesia untuk membayar utang. Sementara, jika dolar AS melemah karena pemangkasan suku bunga The Fed, maka kemampuan Indonesia membayar utang menjadi lebih baik," jelas dia.
Terlebih, obligasi Indonesia memiliki peringkat kredit BBB, sehingga menawarkan keuntungan yang menarik bagi investor dengan risiko yang relatif terukur.
Obligasi dengan tenor 7 sampai 10 tahun yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan Indonesia juga menambah daya tarik untuk investor, lantaran menawarkan pengembalian yang stabil dalam jangka panjang.
Di sisi lain, Senior Investment Strategist DBS Joanne Goh menilai pasar ekuitas ASEAN juga bakal terdampak positif, tak terkecuali Indonesia.
Pelonggaran moneter AS dan pemangkasan FFR akan mendorong percepatan arus modal masuk ke negara berkembang, termasuk ASEAN, terutama sektor-sektor seperti perusahaan besar (blue-chip).
Sektor perbankan disebut akan menjadi penerima manfaat utama, karena menjadi yang mendominasi pasar ekuitas di Indonesia dengan komposisi sekitar 30 persen. Hal serupa juga terjadi di Singapura, Thailand, dan Malaysia.
"Bank akan mendapat manfaat dari peningkatan likuiditas akibat suku bunga yang rendah. Meskipun penurunan suku bunga dapat memberikan tekanan pada profitabilitas bank, jika ekonomi ASEAN tetap kuat, maka peningkatan likuiditas akan mendukung pertumbuhan," jelas Joanne.
Sektor lainnya, seperti DIRE atau Dana Investasi Real Estat, di kawasan ASEAN juga diyakini akan mendapat keuntungan dari pemangkasan suku bunga The Fed.
Joanne juga berpendapat Indonesia menjadi salah satu pasar utama yang diuntungkan dari strategi China Plus One, di mana investasi asing langsung (FDI) dialihkan ke negara-negara selain China. Indonesia juga akan mendapatkan keuntungan dari permintaan domestik yang kuat dan penurunan suku bunga, yang akan mendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi.
"Secara keseluruhan, Indonesia adalah salah satu pasar favorit DBS di ASEAN," tuturnya.