JAKARTA, Cobisnis.com – Pemerintah tengah menyiapkan skema insentif baru untuk menarik minat perusahaan multinasional berinvestasi di Indonesia. Pasalnya, fasilitas tax holiday dan tax allowance dianggap tidak lagi relevan setelah Indonesia resmi menerapkan pajak minimum global 15% sejak awal 2025 melalui PMK No. 136/2024. Aturan ini mengikuti puluhan negara lain dan berlaku bagi perusahaan dengan pendapatan global di atas €750 juta.
Selama ini, Indonesia dikenal menawarkan keringanan pajak besar hingga tarif efektif di bawah 15%. Namun, dengan adanya aturan baru, insentif berbasis penghasilan jadi kurang menarik. Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menyebut pemerintah menyiapkan insentif tambahan untuk memperkuat yang sudah ada, meski belum dijelaskan rinciannya. Sementara itu, Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Febrio Kacaribu menekankan pentingnya membandingkan kebijakan dengan negara lain agar tetap kompetitif.
Menurut analis pajak CITA, Fajry Akbar, insentif berbasis pengeluaran seperti immediate expensing, accelerated depreciation, maupun skema Qualified Refundable Tax Credit (QRTC) lebih kompatibel dengan aturan pajak minimum global. Ia mencontohkan Singapura yang lebih dulu menerapkan QRTC lewat Refundable Investment Credit (RIC) sejak 2024.
Di sisi lain, Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono mengungkapkan pemerintah masih mempertimbangkan ulang penerapan pajak minimum global di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pasalnya, negara pesaing seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, Filipina, hingga India menawarkan insentif yang jauh lebih beragam dan luas lahan KEK yang lebih besar. Ia menilai, potensi pengembangan KEK Indonesia masih terbuka lebar, baik dari sisi perluasan wilayah maupun insentif fiskal dan nonfiskal.