Jamkrindo

Pemangkasan Energi Terbarukan Jepang Diprediksi Pecahkan Rekor karena Kenaikan Pembangkit Nuklir

Oleh Zahra Zahwa pada 01 Oct 2025, 11:42 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com – Pemangkasan (curtailment) pembangkit listrik tenaga angin dan surya di Jepang diperkirakan mencapai rekor tertinggi tahun ini seiring meningkatnya penggunaan tenaga nuklir, menurut tinjauan data industri oleh Reuters. Kondisi ini semakin menekan sektor energi terbarukan yang mengalami gelombang hengkangnya para pemain.

Sejak bencana Fukushima pada 2011 yang memicu penutupan nasional pembangkit nuklir, Jepang produsen listrik terbesar kelima di dunia secara bertahap telah mengaktifkan kembali beberapa reaktor. Dari 33 reaktor komersial, 14 telah dioperasikan kembali, termasuk dua yang diaktifkan pada tahun lalu. Satu reaktor lain sudah mendapat persetujuan awal untuk kembali beroperasi pada 2027.

Kebangkitan tenaga nuklir membantu Jepang mengurangi biaya impor bahan bakar fosil yang mahal dan memenuhi permintaan listrik yang melonjak, terutama dari industri semikonduktor dan pusat data. Namun, karena pembangkit nuklir sulit dinaikkan atau diturunkan produksinya, fleksibilitas jaringan listrik menurun.

Apa itu Curtailment?
Curtailment mengacu pada energi angin atau surya yang seharusnya bisa diproduksi, tetapi ditolak karena kapasitas jaringan sudah penuh.

Menurut analisis Reuters atas data Renewable Energy Institute (REI), pemangkasan di sembilan dari sepuluh wilayah jaringan listrik Jepang melonjak 38,2% menjadi 1,77 terawatt-jam (TWh) atau 2,3% dari total produksi energi hijau dalam delapan bulan hingga Agustus. Angka ini naik dari 1,28 TWh atau 1,8% pada periode sama tahun lalu, sekaligus memecahkan rekor tahunan sebelumnya sebesar 1,9% pada 2023.

Michiyo Miyamoto, spesialis keuangan energi Jepang di Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), mengatakan bahwa reaktor nuklir selalu diprioritaskan dalam distribusi listrik, sehingga angin dan surya terpaksa dikurangi. Salah satunya akibat peningkatan produksi dari reaktor Shimane No.2 di wilayah Chugoku yang kembali aktif Desember lalu.

Tantangan Menuju Target Energi Hijau
Jepang menargetkan energi terbarukan mencapai 50% dari total listrik pada 2040, sementara tenaga nuklir ditargetkan 20%. Namun, pada tahun fiskal 2023, porsinya baru 23% untuk energi hijau dan 8,5% untuk nuklir.

Pemangkasan membuat sektor energi terbarukan semakin tertekan. IEEFA melaporkan, rekor 52 pengembang energi hijau keluar dari pasar Jepang pada tahun fiskal yang berakhir Maret, termasuk delapan bangkrut. Bahkan, konsorsium yang dipimpin Mitsubishi mundur dari tiga proyek angin lepas pantai pada Agustus karena biaya yang melonjak.

Pembangunan instalasi baru energi angin dan surya di Jepang hanya tumbuh 3,3% pada 2024 laju paling lambat sejak 2009, menurut data Badan Energi Terbarukan Internasional.

Analis menilai masalah utama ada pada keterbatasan kapasitas jaringan transmisi, terutama dari wilayah berenergi tinggi seperti Kyushu dan Tohoku. Pemerintah Jepang kini tengah berupaya mengurangi pemangkasan dengan membangun jalur transmisi antarwilayah, mendorong penggunaan baterai penyimpanan, serta menggalakkan konsumsi energi saat produksi tinggi.

Meski begitu, para pakar menilai tanpa reformasi regulasi yang lebih memprioritaskan energi terbarukan, Jepang berisiko semakin tertinggal dari tren global yang tengah bergerak pesat ke arah energi hijau.