JAKARTA, Cobisnis.com – Pemerintah China akhirnya buka suara soal polemik Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh yang tengah jadi sorotan di Indonesia. Lewat pernyataan resmi, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, meminta publik untuk tidak hanya menilai proyek itu dari sisi angka kerugian, tapi juga dari manfaat sosial dan ekonomi yang telah dihasilkan.
“Dalam menilai proyek kereta cepat, jangan hanya lihat angka keuangan dan indikator ekonomi. Manfaat publik dan imbal hasil komprehensif juga harus dipertimbangkan,” ujar Guo, dikutip dari Antara, Selasa (21/10/2025).
Guo menegaskan, Whoosh sudah dua tahun beroperasi dan berjalan dengan aman serta lancar. Sejak pertama kali beroperasi, kereta cepat itu disebut telah melayani lebih dari 11,71 juta penumpang dengan arus penumpang yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Menurutnya, keberadaan KCJB membawa dampak positif bagi ekonomi lokal. Proyek ini menciptakan banyak lapangan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah sepanjang jalur kereta cepat, termasuk kawasan Bandung Barat dan Purwakarta.
“Manfaat ekonomi dan sosialnya terus dirasakan. Banyak lapangan kerja tercipta, masyarakat lokal mendapat peluang baru, dan ekonomi daerah ikut tumbuh,” ungkap Guo Jiakun.
Pernyataan ini muncul di tengah perdebatan publik di Indonesia soal kondisi keuangan KCJB. PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) dikabarkan tengah menanggung kerugian triliunan rupiah karena terbebani utang dan bunga pinjaman dari China Development Bank (CDB).
Beban tersebut juga dirasakan oleh empat BUMN Indonesia yang tergabung dalam konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), sebagai pemegang saham mayoritas KCIC. Kondisi ini memicu diskusi soal apakah pemerintah perlu turun tangan menggunakan APBN untuk menalangi beban proyek tersebut.
Namun, Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa menolak tegas wacana itu. Ia menilai penyelesaian utang KCJB adalah tanggung jawab Danantara, perusahaan yang kini ditugaskan mengelola restrukturisasi proyek tersebut.
CEO Danantara sekaligus Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan P. Roeslani menyebut kajian penyelesaian utang proyek akan rampung akhir tahun ini. Kajian itu mencakup aspek keuangan dan keberlanjutan operasional agar PT KAI sebagai mitra dalam proyek tidak semakin terbebani.
“Kami ingin solusi yang komprehensif, bukan yang justru menimbulkan masalah baru,” kata Rosan di Jakarta. Ia menambahkan, hasil kajian akan dipresentasikan ke sejumlah kementerian terkait, termasuk Kementerian Perhubungan dan Kemenko Infrastruktur.
Sebagai catatan, total investasi pembangunan KCJB mencapai 7,27 miliar dolar AS atau sekitar Rp 120,38 triliun. Sekitar 75 persen dari total dana tersebut dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank dengan bunga tetap 2 persen per tahun selama 40 tahun pertama.
Beban makin berat setelah proyek mengalami pembengkakan biaya atau cost overrun sebesar 1,2 miliar dolar AS, yang membuat KCIC harus menarik pinjaman baru dengan bunga di atas 3 persen per tahun. Meski demikian, China tetap menilai proyek ini sebagai simbol kerja sama strategis dan modernisasi transportasi di Indonesia.