Jamkrindo

Protes Peternak Sapi Perah Jawa Tengah dan Jawa Timur atas Kebijakan Impor Susu Skim

Oleh Saeful Imam pada 13 Nov 2024, 09:03 WIB

peternak ramai-ramai membuang susu sapi

JAKARTA, COBISNIS.COM - Peternak sapi perah di wilayah Jawa Tengah hingga Jawa Timur saat ini mengalami kendala besar karena susu yang mereka hasilkan tidak terserap oleh industri pengolahan. Penyebab utamanya adalah pembatasan kuota penyerapan susu lokal, yang menyebabkan banyak peternak membuang produksi susu mereka. Di Boyolali, Jawa Tengah, para peternak bahkan melakukan aksi mandi susu di Tugu Susu Tumpah pada Sabtu lalu (9/11/2024) sebagai bentuk protes atas kebijakan kuota di Industri Pengolahan Susu (IPS) yang mengurangi serapan susu lokal.

Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, menyatakan bahwa perusahaan pengolahan susu di Indonesia lebih memilih untuk mengimpor susu bubuk atau skim yang harganya lebih murah dibandingkan dengan susu segar dari peternak lokal. Akibatnya, banyak produksi susu segar dalam negeri yang tidak terserap maksimal. Menurutnya, struktur pasar yang lebih memprioritaskan impor karena harganya yang lebih rendah menjadi kendala bagi peternak lokal untuk bersaing secara sehat.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), impor susu Indonesia mencapai 94,49 juta dollar AS pada Agustus 2024, yang naik 21,19 persen dibandingkan bulan sebelumnya, serta meningkat 21,12 persen dibandingkan dengan Agustus 2023. Selama periode Januari-Agustus 2024, total impor susu mencapai 605,05 juta dollar AS, yang meskipun menurun 10,27 persen dari tahun sebelumnya, masih berdampak signifikan pada peternak dalam negeri.

Wakil Menteri Koperasi, Ferry Juliantono, menilai bahwa industri pengolahan seharusnya mendukung serapan susu lokal, tetapi kebijakan bea masuk 0 persen mendorong industri lebih memilih impor. Ferry berharap Kementerian Perdagangan dapat mempertimbangkan dampak dari kebijakan ini untuk melindungi peternak dalam negeri dengan menambahkan beberapa batasan terhadap impor.

Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI), Agus Warsito, mengungkapkan bahwa salah satu penyebab peternak lokal sulit berkembang adalah karena banjirnya produk susu impor yang berbentuk bubuk atau skim. Agus menyoroti bahwa harga susu impor dalam bentuk bubuk lebih murah dan memiliki dampak pada kualitas nutrisi. Susu cair yang diproses menjadi bubuk mengalami pemanasan berkali-kali, yang menurunkan kandungan gizinya hingga sekitar 40-45 persen. Produk tersebut kemudian dicairkan kembali dan dicampur dengan air oleh pabrik susu di Indonesia sebelum dijual, sehingga konsumen sering kali hanya mendapatkan air dengan rasa susu.

Agus juga menjelaskan bahwa konsumsi susu di Indonesia yang mayoritas berasal dari produk bubuk dan bukan susu segar, berdampak pada pertumbuhan anak-anak yang kurang optimal dibandingkan negara lain. Sebagai perbandingan, di negara-negara penghasil susu segar, masyarakat mengonsumsi susu segar berkualitas tinggi yang berdampak positif pada kesehatan dan kecerdasan anak-anak mereka. Agus menyebutkan bahwa dengan tingginya konsumsi susu bubuk di Indonesia, negara ini menjadi salah satu konsumen susu bubuk terbesar di dunia. Menurutnya, persaingan yang bebas tanpa proteksi membuat peternak lokal harus bertahan dalam kondisi yang sangat menantang.