Jamkrindo

Rahasia di Balik Makanan Enak yang Bikin Nagih tapi Tidak Sehat

Oleh M.Dhayfan Al-ghiffari pada 20 Oct 2025, 06:25 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com – Setiap orang pasti setuju, makanan enak bisa jadi pelipur lara paling ampuh. Tapi di balik rasa gurih dan manis yang bikin bahagia, ternyata ada sisi lain yang jarang disadari: sebagian besar makanan enak justru nggak sehat dan harganya lumayan bikin mikir dua kali.

Ahli gizi bilang, rasa enak biasanya datang dari tiga bahan utama lemak, gula, dan garam. Ketiganya punya efek kuat ke otak, bikin kita merasa senang dan puas setiap kali makan. Itulah kenapa camilan asin, gorengan, atau minuman manis selalu susah ditolak.

Sayangnya, bahan-bahan itu juga jadi penyebab utama berbagai penyakit modern. Lemak dan gula berlebih bisa memicu obesitas dan diabetes, sedangkan garam tinggi berisiko bikin tekanan darah naik. Rasanya bikin bahagia, tapi efeknya ke tubuh nggak bisa diremehkan.

Dari sisi harga, makanan enak memang cenderung lebih mahal. Sebab, bahan yang dipakai biasanya premium dan proses masaknya juga lebih rumit. Contohnya, daging impor, mentega asli, atau saus racikan khusus yang butuh waktu dan teknik buat dapetin rasa sempurna.

Selain itu, industri makanan juga berperan besar. Banyak perusahaan sengaja riset rasa sampai nemuin bliss point, titik di mana makanan terasa paling nikmat. Hasilnya? Produk yang bikin ketagihan dan mendorong orang buat terus beli lagi.

Secara alami, manusia emang punya kecenderungan suka sama makanan tinggi kalori. Di masa lalu, makanan berlemak berarti energi untuk bertahan hidup. Tapi di zaman serba cepat sekarang, kebiasaan itu malah jadi jebakan buat gaya hidup nggak sehat.

Sebaliknya, makanan sehat seperti sayur dan buah sering dianggap hambar karena nggak punya kombinasi rasa sekuat makanan olahan. Padahal, kalau diolah dengan cara yang kreatif, makanan sehat juga bisa sama nikmatnya tanpa efek buruk ke tubuh.

Yang ironis, makanan sehat pun kadang malah lebih mahal. Bahan segar butuh penyimpanan dan distribusi yang lebih rumit, makanya harga jualnya naik. Jadi wajar kalau banyak orang akhirnya lebih sering pilih yang praktis dan menggoda lidah.

Fenomena ini menunjukkan kalau pilihan makanan bukan cuma soal rasa, tapi juga soal kesadaran dan kebiasaan. Di tengah tekanan kerja dan rutinitas padat, banyak orang akhirnya menukar kesehatan dengan kepuasan instan.

Pada akhirnya, makanan enak boleh dinikmati, tapi tetap harus tahu batasnya. Karena dalam dunia kuliner, yang bikin senyum di lidah kadang juga yang paling berat buat tubuh dan isi dompet.