JAKARTA, COBISNIS.COM - Kementerian Koperasi meminta pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan, untuk mengevaluasi kembali kebijakan bea masuk 0 persen bagi susu impor. Wakil Menteri Koperasi, Ferry Juliantono, menekankan pentingnya peninjauan kebijakan ini guna melindungi para peternak sapi perah di dalam negeri. Menurut Ferry, idealnya pemerintah mempertimbangkan pemberlakuan tarif yang sesuai dengan kepentingan nasional, sebagaimana diatur dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Pernyataan Ferry ini disampaikan sebagai tanggapan atas aksi protes peternak yang membuang susu di Boyolali, Jawa Tengah, dan Pasuruan, Jawa Timur. Ia menjelaskan bahwa kebijakan bea masuk 0 persen menyebabkan industri pengolahan susu (IPS) cenderung memilih susu impor dalam bentuk bubuk daripada menyerap susu segar dari peternak lokal. Akibatnya, serapan terhadap susu segar lokal menjadi tidak optimal. Ferry juga meminta agar Kementerian Perdagangan mempertimbangkan kembali dampak kebijakan tersebut bagi peternak lokal dengan tujuan memberikan perlindungan yang lebih besar.
Ferry menambahkan, jika pemerintah tetap memberlakukan bea masuk 0 persen, ia berharap pemerintah juga menyediakan insentif bagi para peternak sapi perah, baik yang tergabung dalam koperasi, usaha dagang, maupun peternak individu, agar mereka tidak terlalu merasakan dampak negatif dari kebijakan ini.
Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, turut menyampaikan bahwa industri pengolahan susu saat ini lebih memilih mengimpor susu bubuk atau skim karena harganya lebih murah dibandingkan harga susu segar di pasar dunia. Menurut Budi Arie, kualitas susu bubuk impor pun belum tentu lebih baik dibandingkan dengan susu segar yang dihasilkan koperasi-koperasi susu di Indonesia.
Para peternak sapi perah sebelumnya telah menggelar aksi demonstrasi di beberapa wilayah. Di Boyolali, mereka melakukan aksi simbolis dengan mandi susu di Tugu Susu Tumpah dan membuang 50.000 liter susu ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Winong. Di Pasuruan, aksi serupa juga terjadi, di mana peternak membuang hingga 500.000 liter susu segar. Aksi ini merupakan protes terhadap rendahnya kuota penyerapan susu lokal oleh pabrik pengolah yang lebih memilih susu impor karena harga yang lebih kompetitif.
Pernyataan Ferry ini disampaikan sebagai tanggapan atas aksi protes peternak yang membuang susu di Boyolali, Jawa Tengah, dan Pasuruan, Jawa Timur. Ia menjelaskan bahwa kebijakan bea masuk 0 persen menyebabkan industri pengolahan susu (IPS) cenderung memilih susu impor dalam bentuk bubuk daripada menyerap susu segar dari peternak lokal. Akibatnya, serapan terhadap susu segar lokal menjadi tidak optimal. Ferry juga meminta agar Kementerian Perdagangan mempertimbangkan kembali dampak kebijakan tersebut bagi peternak lokal dengan tujuan memberikan perlindungan yang lebih besar.
Ferry menambahkan, jika pemerintah tetap memberlakukan bea masuk 0 persen, ia berharap pemerintah juga menyediakan insentif bagi para peternak sapi perah, baik yang tergabung dalam koperasi, usaha dagang, maupun peternak individu, agar mereka tidak terlalu merasakan dampak negatif dari kebijakan ini.
Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, turut menyampaikan bahwa industri pengolahan susu saat ini lebih memilih mengimpor susu bubuk atau skim karena harganya lebih murah dibandingkan harga susu segar di pasar dunia. Menurut Budi Arie, kualitas susu bubuk impor pun belum tentu lebih baik dibandingkan dengan susu segar yang dihasilkan koperasi-koperasi susu di Indonesia.
Para peternak sapi perah sebelumnya telah menggelar aksi demonstrasi di beberapa wilayah. Di Boyolali, mereka melakukan aksi simbolis dengan mandi susu di Tugu Susu Tumpah dan membuang 50.000 liter susu ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Winong. Di Pasuruan, aksi serupa juga terjadi, di mana peternak membuang hingga 500.000 liter susu segar. Aksi ini merupakan protes terhadap rendahnya kuota penyerapan susu lokal oleh pabrik pengolah yang lebih memilih susu impor karena harga yang lebih kompetitif.