JAKARTA, Cobisnis.com – Gaya hidup self-reward, atau memberi hadiah pada diri sendiri setelah mencapai target, kini populer di kalangan masyarakat modern. Praktik ini bisa memotivasi, tetapi jika tidak diatur, berpotensi membuat pengeluaran pribadi membengkak dan mengganggu keuangan.
Self-reward dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari membeli barang baru, memesan makanan favorit, hingga berlangganan layanan hiburan. Misalnya, seseorang membeli sepatu baru setiap minggu sebagai hadiah untuk kerja keras, meski anggaran bulanan tidak mencukupi.
Kurangnya perencanaan keuangan menjadi pemicu utama boros. Jika kebiasaan self-reward dilakukan rutin tanpa batas, tabungan dan dana darurat bisa cepat habis. Pola ini memperlemah stabilitas finansial jangka panjang masyarakat.
Promosi, diskon, dan iklan mendorong konsumsi impulsif. Misalnya, membeli gadget karena ada “flash sale” dengan alasan sebagai hadiah untuk diri sendiri. Hal ini menjadikan self-reward rentan berubah menjadi pengeluaran berlebihan.
Psikologi self-reward juga mudah dijadikan pembenaran boros. Misalnya, berpikir “saya pantas membeli ini” atau “sekali saja tidak apa-apa” mendorong masyarakat mengabaikan kemampuan finansial sebenarnya.
Dampak jangka panjang self-reward yang tidak terkontrol termasuk menipisnya tabungan, penumpukan utang, dan tertundanya tujuan keuangan penting. Misalnya, dana pensiun atau dana pendidikan anak bisa terdampak bila pengeluaran tidak dibatasi.
Statistik menunjukkan bahwa masyarakat urban yang rutin melakukan self-reward tanpa perencanaan seringkali menghabiskan 10–15% lebih banyak dari penghasilan bulanan dibanding mereka yang mengatur anggaran. Ini menimbulkan tekanan finansial terutama bagi pekerja dengan gaji tetap.
Pakar keuangan menyarankan agar self-reward tetap dijalankan dengan batasan. Misalnya, menetapkan maksimal 5–10% dari penghasilan bulanan untuk memanjakan diri. Langkah ini menjaga motivasi tetap tinggi tanpa mengorbankan tujuan finansial.
Selain itu, self-reward bisa dilakukan dengan alternatif murah tapi bermakna, seperti mengalokasikan waktu untuk hobi, olahraga, atau jalan santai. Cara ini memberikan kepuasan mental tanpa menimbulkan pengeluaran berlebih.
Secara keseluruhan, self-reward adalah alat motivasi yang efektif jika dikontrol. Tanpa disiplin dan perencanaan anggaran, gaya hidup ini berisiko menimbulkan perilaku boros dan mengganggu stabilitas keuangan jangka panjang.