JAKARTA, Cobisnis.com – Sanksi terbaru Amerika Serikat terhadap terminal minyak mentah utama di Tiongkok memaksa Sinopec, kelompok penyuling minyak terbesar di negara itu, untuk mengalihkan supertanker dan meminta beberapa kilangnya mengurangi tingkat pemrosesan minyak mentah, menurut data pelacakan kapal dan laporan dari konsultan energi Tiongkok.
Data dari LSEG menunjukkan bahwa sebuah supertanker yang membawa minyak ke pelabuhan Rizhao, di provinsi Shandong, mengubah tujuannya pada akhir pekan setelah AS menjatuhkan sanksi terhadap terminal impor di pelabuhan tersebut pada Jumat lalu.
Konsultan energi JLC memperkirakan pada Sabtu bahwa operasi penyulingan Sinopec untuk Oktober bisa turun sekitar 3,36% dari rencana sebelumnya menjadi sekitar 5,16 juta barel per hari. Hingga kini, Sinopec belum memberikan tanggapan resmi atas permintaan komentar.
Menurut data LSEG, supertanker New Vista yang disewa oleh unit perdagangan Sinopec, Unipec, dan sebelumnya dijadwalkan membongkar muatan di Rizhao pada Minggu, telah mengalihkan tujuannya ke pelabuhan Ningbo dan Zhoushan dengan perkiraan tiba pada 15 Oktober. Kapal tersebut membawa sekitar 2 juta barel minyak mentah Upper Zakum asal Abu Dhabi.
Terminal Rizhao Shihua Crude Oil, yang setengahnya dimiliki oleh unit logistik Sinopec, termasuk dalam daftar entitas yang dikenai sanksi oleh Departemen Keuangan AS. Sanksi tersebut juga mencakup kapal-kapal yang mengangkut minyak mentah dan gas cair Iran.
Terminal di kota Lanshan, provinsi Shandong pusat industri penyulingan minyak Tiongkok itu dijatuhi sanksi karena menerima minyak Iran dari kapal yang juga telah dikenai sanksi. Sekitar seperlima impor minyak mentah Sinopec melewati terminal Rizhao, menurut para eksekutif dan analis industri.