JAKARTA, Cobisnis.com – South Sudan tercatat sebagai negara termiskin di dunia dengan GDP per kapita PPP hanya sekitar US$ 716. Negara yang baru merdeka pada 2011 ini menghadapi tantangan besar berupa konflik, krisis pangan, hingga lemahnya infrastruktur yang menghambat pembangunan.
South Sudan lahir sebagai negara termuda setelah berpisah dari Sudan. Namun, harapan akan stabilitas cepat pupus karena perang saudara pecah pada 2013. Konflik ini menelan ratusan ribu korban jiwa dan memaksa jutaan orang mengungsi.
Akibat perang berkepanjangan, sektor ekonomi South Sudan nyaris lumpuh. Pertanian, perdagangan, dan pembangunan infrastruktur terhenti, membuat rakyat kesulitan mengakses kebutuhan dasar. Situasi ini diperburuk oleh konflik politik yang tidak kunjung reda.
Padahal, negara ini memiliki minyak bumi sebagai sumber utama pendapatan. Sayangnya, korupsi, embargo internasional, serta minimnya distribusi hasil minyak membuat kekayaan tersebut tidak dirasakan rakyat. Kondisi inilah yang menempatkan South Sudan di posisi terbawah dalam daftar ekonomi global.
Krisis pangan menjadi ancaman utama. Data PBB menyebutkan lebih dari 70% penduduk hidup dalam kemiskinan ekstrem, sementara 9 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Lahan pertanian banyak yang rusak akibat perang dan iklim ekstrem.
Selain pangan, masalah infrastruktur juga menjadi hambatan besar. Jalan raya, listrik, dan air bersih terbatas. Di luar ibu kota Juba, akses ke daerah pedalaman sangat sulit, sehingga bantuan kemanusiaan sering terhambat masuk.
Kondisi pendidikan pun memprihatinkan. Tingkat melek huruf hanya sekitar 35–40% penduduk. Rendahnya akses pendidikan berdampak pada kualitas sumber daya manusia, yang berimbas pada lambannya pemulihan ekonomi nasional.
Sektor kesehatan juga tak luput dari krisis. Minimnya fasilitas medis membuat angka harapan hidup hanya sekitar 55 tahun, jauh di bawah rata-rata dunia. Banyak warga bergantung pada layanan darurat dari organisasi internasional.
Ketergantungan pada bantuan asing menjadi ciri utama perekonomian South Sudan. PBB, WHO, hingga berbagai NGO internasional berperan besar dalam penyediaan makanan, obat-obatan, dan infrastruktur darurat. Tanpa mereka, jutaan orang berisiko kelaparan.
Dengan kombinasi konflik, korupsi, dan lemahnya pembangunan, South Sudan menghadapi jalan panjang untuk keluar dari kemiskinan. Situasi ini menjadi peringatan bagaimana konflik politik dapat meruntuhkan potensi ekonomi sebuah negara yang kaya sumber daya.