Jamkrindo

TAMENG Jadi Pusat Inovasi Pertanian Berkelanjutan Berbasis Masyarakat di Malang

Oleh Dwi Natasya pada 09 Oct 2025, 22:55 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com – Tawangargo Smart-Eco Farming Village, atau dikenal dengan TAMENG, kini resmi bertransformasi menjadi Living Lab Pertanian Berkelanjutan pertama di Kabupaten Malang. Program yang digagas oleh petani binaan Petrokimia Gresik ini menjadi model kolaborasi inklusif berbasis masyarakat, yang bertujuan menjawab tantangan perubahan iklim dan meningkatkan produktivitas hortikultura secara berkelanjutan.

“Living Lab ini digerakkan langsung oleh masyarakat. Di sini, kami sebagai petani bukan hanya menjadi objek, tapi juga subjek yang melakukan penelitian dan uji coba nyata untuk pertanian berkelanjutan,” kata Karmukit, salah satu local hero program TAMENG.

Sebagai Living Lab, TAMENG kini menjadi tempat bagi petani, peneliti, mahasiswa, hingga komunitas untuk bekerja sama mencari solusi nyata di bidang pertanian. Melalui kolaborasi lintas sektor, mereka mengembangkan berbagai inovasi, menerapkan teknologi tepat guna, serta memperkuat praktik pertanian ramah lingkungan.

“Banyak transformasi yang kami lakukan. Alhamdulillah, TAMENG sekarang berkembang dari desa hortikultura biasa menjadi pusat riset berbasis komunitas. Pertanian dan peternakan di sini kini terintegrasi dengan wisata edukasi. TAMENG membuktikan bahwa desa bisa menjadi pusat inovasi,” tambah Karmukit.

Program TAMENG sendiri dimulai sejak tahun 2022 dengan melibatkan 35 petani dari kelompok Agronova Vision. Dengan dukungan Petrokimia Gresik, para petani dilatih menerapkan konsep climate smart agriculture—pertanian yang adaptif terhadap perubahan iklim sekaligus meningkatkan pendapatan mereka.

Kini, TAMENG berkembang menjadi pusat hortikultura modern dengan teknologi ramah lingkungan, seperti pemanfaatan solar cell untuk menggerakkan alat pertanian (pompa air, water drip, sprinkle, dan sebagainya) serta memiliki fasilitas pengolahan limbah. Limbah pertanian dikelola secara mandiri menjadi pupuk organik cair (POC), agensia hayati, dan pakan ternak.

Sementara limbah sayur yang masih layak konsumsi diolah oleh kelompok istri petani menjadi produk seperti mie sayur, keripik, dan dodol sayur, yang dijual di warung desa. Limbah anorganik dipilah dan dikelola oleh Bank Sampah, sedangkan limbah B3 dipisahkan agar tidak mencemari lingkungan.

Untuk menambah sumber pendapatan, kelompok juga mengembangkan peternakan domba, budidaya ikan dan azolla, serta budidaya cacing kascing yang menghasilkan pupuk organik sekaligus menjadi pakan alami bagi ikan.

Selain menjadi sentra pertanian dan peternakan, TAMENG kini juga berkembang menjadi kawasan agrowisata edukatif, di mana wisatawan dapat belajar menanam, memanen, hingga mencicipi hasil olahan produk lokal. Kegiatan ini juga melibatkan masyarakat sekitar untuk memperkuat ekonomi desa.

TAMENG telah terpilih sebagai bagian dari Program Closed Loop Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, bekerja sama dengan BUMDes Sumber Rejeki untuk memasarkan produk-produk lokal seperti plant booster dan agensia hayati dari Agronova Vision.

“Living Lab ini menjadikan TAMENG sebagai ekosistem pertanian hortikultura dari hulu ke hilir, yang mampu meningkatkan kemandirian petani serta mendukung terwujudnya swasembada pangan nasional,” ujar Karmukit.

Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Petrokimia Gresik atas dukungan sejak awal berdirinya program. “Berkat pendampingan Petrokimia Gresik, TAMENG kini bukan hanya menjadi solusi pertanian hortikultura yang tangguh terhadap perubahan iklim, tetapi juga berperan besar dalam kemajuan pertanian Indonesia,” tutupnya.