Jamkrindo

Warisan Cinta Terlarang di Bodrum: Mengintip Sisa Kejayaan Mausoleum Halicarnassus

Oleh Zahra Zahwa pada 24 Nov 2025, 05:05 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com – Di Semenanjung Bodrum yang menjulang di atas birunya Laut Aegea, warisan peradaban kuno hidup berdampingan dengan gemerlap pariwisata modern. Dari Leleges hingga Byzantium, banyak bangsa meninggalkan jejaknya di wilayah ini. Namun monumen terbesar yang pernah berdiri dibangun pada 350 SM lahir dari kisah cinta terlarang: pernikahan antara Mausolus dan saudari sekaligus istrinya, Artemisia II.

Mereka memerintah Caria dan menjadikan Halicarnassus sebagai ibu kota megah. Setelah Mausolus meninggal pada 353 SM, Artemisia membangun sebuah makam kolosal untuk mengenang suami sekaligus saudaranya itu. Struktur mirip kuil tersebut, dihiasi ratusan patung dan dipuncaki kereta kuda empat ekor, menjadi salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Kuno: Mausoleum di Halicarnassus.

Legenda mengatakan Artemisia yang putus asa bahkan meminum abu jenazah Mausolus yang dicampur anggur. Ia memerintah menggantikannya, tetapi meninggal hanya dua tahun kemudian.

Kini, sisa-sisa makam itu tinggal pondasi yang tenggelam di Bodrum Mausoleum Museum. Banyak potongan penting dipindahkan oleh arkeolog Inggris Charles Newton ke British Museum, namun beberapa fragmen asli masih dipajang di Bodrum.

Warisan Mausolus dan Artemisia terserak di seluruh wilayah: teater kuno berbentuk tapal kuda, Gerbang Myndos tempat pasukan Alexander Agung berperang, hingga Bodrum Castle yang dibangun para Ksatria Saint John menggunakan batu-batu dari makam tersebut.

Di museum kastil itu pula pengunjung dapat melihat “Carian Princess” sisa-sisa kerabat kerajaan Hecatomnid yang diyakini sebagai Ada, adik Mausolus dan Artemisia. Wilayah Bodrum juga menyimpan situs-situs tersembunyi seperti kota kuno Pedasa, Labraunda yang dijuluki “Machu Picchu kecil,” hingga jejak Myndos di bawah desa Gümüşlük.

Meski makam agung mereka runtuh oleh gempa berabad-abad lalu, kisah Mausolus dan Artemisia tetap hidup dibisikkan melalui patung-patung raksasa mereka yang kini berdiri ribuan mil dari rumah, di ruangan museum yang sunyi, menatap masa depan yang tak pernah mereka bayangkan.