Jamkrindo

Alasan Harga Kepiting Alaska Tinggi di Pasar Internasional

Oleh M.Dhayfan Al-ghiffari pada 16 Nov 2025, 08:32 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com – Kepiting Alaska atau Alaskan King Crab kembali menjadi sorotan karena harganya yang terus naik di berbagai restoran premium dunia. Kenaikan ini bukan hanya karena kualitas rasanya, tetapi juga akibat rantai penangkapan yang berisiko tinggi dan pasokan yang makin terbatas setiap musim.

Kepiting Alaska hidup di laut dalam bersuhu ekstrem di wilayah Alaska dan Laut Bering. Nelayan harus berlayar saat musim dingin dengan kondisi ombak besar dan suhu yang bisa turun hingga minus 30 derajat. Situasi ini membuat pekerjaan penangkap kepiting disebut sebagai salah satu profesi paling berbahaya di dunia.

Musim penangkapan juga sangat pendek. Pemerintah Alaska biasanya hanya membuka penangkapan beberapa minggu dalam setahun untuk menjaga populasi. Batasan musim ini membuat pasokan alami sangat kecil, sementara permintaan global terus meningkat.

Biaya penangkapan kepiting Alaska juga tidak murah. Kapal besar, bahan bakar tinggi, peralatan perangkap khusus, dan tenaga kerja berpengalaman membuat biaya operasional per musim bisa mencapai miliaran rupiah. Semua biaya ini otomatis masuk ke harga jual per kilogram.

Dari sisi rasa, kepiting Alaska memang dikenal premium. Dagingnya tebal, manis, dan lembut, serta memiliki serat yang mirip lobster kelas atas. Tekstur ini menjadikannya salah satu menu favorit di restoran seafood mewah di Amerika, Jepang, dan Korea Selatan.

Tingginya permintaan dari restoran internasional ikut mendorong harga terus naik. Di beberapa negara Asia, harga kepiting Alaska bisa mencapai belasan hingga puluhan juta rupiah per ekor tergantung ukuran, terutama jika disajikan hidup atau fresh frozen kualitas tinggi.

Proses distribusi yang memerlukan cold chain juga menambah biaya. Pengiriman jarak jauh dari Alaska ke pasar global membutuhkan kargo udara khusus dengan suhu stabil, membuat ongkos logistik jauh lebih mahal dibandingkan komoditas laut biasa.

Selain itu, perubahan iklim mulai memengaruhi populasi kepiting Alaska. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Amerika Serikat sempat menutup musim penangkapan karena penurunan populasi mencapai jutaan ekor. Situasi ini membuat pasokan semakin langka.

Kondisi pasar yang terbatas dan risiko yang tinggi membuat kepiting Alaska menjadi produk premium. Pasar kuliner global memposisikan hidangan ini sebagai simbol kemewahan, sejalan dengan permintaan yang stabil dari konsumen kelas atas.

Kepiting Alaska pun tetap menjadi salah satu makanan laut paling bernilai tinggi dengan kombinasi rasa, risiko, dan keterbatasan yang sulit digantikan produk lain di pasar internasional.