JAKARTA, Cobisnis.com – Perusahaan teknologi pengenalan wajah asal Amerika Serikat, Clearview AI, menghadapi pengaduan pidana di Austria atas dugaan pelanggaran privasi data. Kasus ini menandai babak baru dalam upaya Uni Eropa menindak perusahaan non-Eropa yang memproses data biometrik warga benua tersebut tanpa izin.
Clearview, yang memasarkan alat pengenalan wajahnya terutama kepada lembaga penegak hukum dan mengklaim telah mengumpulkan lebih dari 60 miliar gambar di seluruh dunia, belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar dari Reuters.
Sebelumnya, perusahaan ini telah dinyatakan melanggar Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR) oleh otoritas di Prancis, Yunani, Italia, dan Belanda karena mengumpulkan serta memproses data jutaan warga Eropa tanpa dasar hukum yang sah. Total denda yang dijatuhkan mencapai hampir 100 juta euro (setara 116,6 juta dolar AS), selain penyelesaian gugatan kelompok di Amerika Serikat pada Maret lalu terkait praktik pengambilan data (data scraping).
Clearview juga tengah menggugat denda 7,5 juta poundsterling yang dijatuhkan di Inggris, dengan alasan bahwa layanan pengenalan wajahnya hanya dijual kepada lembaga asing sehingga tidak tunduk pada GDPR Inggris. Namun, pengadilan menolak banding pertama perusahaan tersebut pada Oktober lalu dan menegaskan bahwa penggunaan layanan tersebut oleh klien termasuk dalam ruang lingkup GDPR karena berkaitan dengan identifikasi individu dan analisis perilaku untuk mencegah tindak kejahatan.
Gugatan di Austria diajukan oleh organisasi Noyb yang dipimpin pengacara privasi ternama Max Schrems, tokoh yang dikenal karena memenangkan dua kasus besar di Pengadilan Uni Eropa yang membatalkan perjanjian transfer data lintas Atlantik. Schrems menilai Clearview mengabaikan keputusan otoritas Eropa, tidak memiliki kantor di Uni Eropa, dan belum membayar denda yang dijatuhkan. Kasus ini bertujuan menguji apakah penegakan pidana GDPR dapat lebih efektif dibandingkan sanksi administratif yang selama ini kurang berhasil.
Austria merupakan salah satu negara yang telah menerapkan ketentuan pidana untuk pelanggaran GDPR tertentu. Jika pengaduan ini diterima, kasus Clearview dapat menjadi preseden penting bagi penegakan hukum pidana atas pelanggaran privasi dan memperketat tekanan terhadap perusahaan non-Eropa yang memproses data biometrik warga Uni Eropa.
Schrems menyatakan, “Clearview AI telah mengumpulkan basis data global berisi foto dan data biometrik yang memungkinkan identifikasi seseorang dalam hitungan detik. Kekuasaan semacam ini sangat mengkhawatirkan dan mengancam kebebasan masyarakat di mana pengawasan seharusnya menjadi pengecualian, bukan aturan.”
 
     
             
              
 
                     
                     
                     
                     
                    