Jamkrindo

Gara-Gara Tunggakan Rp41 Miliar, Warga Pamekasan Kehilangan Akses Berobat

Oleh M.Dhayfan Al-ghiffari pada 10 Oct 2025, 16:16 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com – Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menyoroti keputusan BPJS Kesehatan yang menonaktifkan kepesertaan 50.000 warga penerima bantuan iuran (PBI) di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Menurutnya, langkah tersebut tidak hanya berdampak administratif, tetapi juga berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM) dalam akses layanan kesehatan publik.

Willy menilai keputusan BPJS Kesehatan itu sebagai bentuk penyanderaan hak warga demi menekan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan agar melunasi tunggakan iuran sebesar Rp41 miliar. Tindakan tersebut, katanya, keliru secara konstitusional karena bertentangan dengan semangat pembentukan BPJS sebagai lembaga jaminan sosial, bukan korporasi komersial.

“BPJS dibuat oleh negara untuk melayani warga, bukan berperilaku seperti perusahaan swasta. Cara berpikir yang mengancam dan memutus layanan jelas tidak sesuai dengan prinsip konstitusi,” tegas Willy dalam keterangannya, Jumat (10/10/2025).

Ia menambahkan, hak kesehatan merupakan bagian dari hak dasar warga negara yang dilindungi Undang-Undang Dasar 1945. Karena itu, langkah BPJS menghentikan layanan bagi 50.000 peserta merupakan bentuk pelanggaran tanggung jawab negara terhadap warganya.

Willy mengingatkan agar BPJS Kesehatan dan Pemkab Pamekasan segera duduk bersama mencari solusi. Menurutnya, tunggakan Rp41 miliar bukan alasan untuk mengorbankan layanan kesehatan masyarakat, apalagi jumlah itu relatif kecil dibandingkan total peserta BPJS mandiri yang rutin membayar iuran.

“Jumlah iuran yang tertunda ini hanya 5 persen dari total 872.009 warga yang taat membayar. Artinya, kebutuhan operasional BPJS di daerah seharusnya masih bisa ditopang dari peserta lainnya,” ujar Willy. Ia menilai ada ruang fiskal dan administratif yang dapat digunakan agar layanan tetap berjalan tanpa menghukum warga.

Selain itu, Willy menyoroti ketidakseimbangan antara nilai tunggakan dengan kapasitas fiskal daerah. Ia mencatat bahwa APBD Pamekasan mencapai Rp2 triliun, sementara tunggakan ke BPJS hanya sekitar 1 persen dari total anggaran. Dengan rasio sekecil itu, katanya, seharusnya ada solusi cepat tanpa perlu memutus hak kesehatan masyarakat.

“Tidak perlu terlampau ribut. Pemerintah daerah pasti punya strategi untuk menyelesaikan tunggakan tersebut. Yang penting, layanan kesehatan untuk warga jangan ditunda,” imbuhnya.

Sebelumnya, BPJS Kesehatan menghentikan layanan bagi 50.000 peserta PBI di Pamekasan sejak awal Oktober 2025 karena Pemkab menunggak iuran selama tujuh bulan. Kepala Dinas Kesehatan Pamekasan, dr. Saifudin, menyebut posisi keuangan daerah saat ini masih dalam kondisi cut off, sehingga belum bisa melunasi seluruh tunggakan.

BPJS memberikan syarat agar minimal enam bulan dari total tujuh bulan tunggakan segera dibayar agar layanan dapat dipulihkan. Sementara satu bulan sisanya dapat dilunasi tahun depan. Hingga kini, Pemkab Pamekasan masih menunggu kebijakan dari bupati terkait mekanisme pembayaran dan pemulihan layanan.

Akibat penghentian tersebut, warga penerima bantuan iuran di Pamekasan untuk sementara tidak bisa menikmati layanan kesehatan gratis. Mereka harus menggunakan layanan umum atau membayar biaya medis secara mandiri, kondisi yang dinilai DPR sangat merugikan masyarakat berpenghasilan rendah.