SINGAPURA, Cobisnis.com - Di tengah kondisi bisnis makanan dan minuman (F&B) Singapura yang sedang lesu. Banyak pemasok kini menghadapi masalah pembayaran yang molor hingga berbulan-bulan.
Ken Tan, pemilik generasi kedua Dessert Guru, bercerita bahwa kliennya yang biasanya bayar dalam 30 hari kini bisa molor sampai 120 hari. Padahal, perusahaannya harus bayar ke pemasok lain secara tunai atau maksimal sebulan.
Kondisi ini tidak lepas dari sektor F&B Singapura yang sudah tertekan selama tiga tahun terakhir. Ribuan restoran tutup, termasuk beberapa nama besar seperti Prive Group dan beberapa cabang Haidilao. Alhasil, pemasok makin berhati-hati dengan urusan kredit dan pembayaran.
Natasha Chiam, pemilik The Ice Cream & Cookie Co, mengaku dulu sering memberi kelonggaran pada klien lama. Tapi sekarang, ia harus lebih tegas: “Kalau sudah jatuh tempo tapi belum bayar, ya tidak ada pengiriman.” Prinsip serupa juga diterapkan Huber’s, sebuah bisnis daging dan bistro lokal, setelah pernah kehilangan S$70.000 gara-gara klien kabur begitu saja.
Selain masalah pembayaran, pesanan dari restoran juga makin sedikit. Beberapa pemasok mengaku pendapatannya turun sekitar 20 persen tahun ini. Andre Huber menambahkan, dari 1.000 kliennya, sekitar 40–50 restoran sudah tutup. Banyak yang bertahan, tapi dengan penjualan turun hingga 50 persen.
Dalam kondisi seperti ini, pemasok berusaha mencari klien yang benar-benar bisa dipercaya. Ada yang mulai memberlakukan sistem bayar tunai di muka, ada juga yang memberikan syarat lebih longgar hanya untuk pelanggan yang terbukti disiplin. Namun tetap saja, mereka semua berharap situasi F&B bisa segera pulih, agar industri makanan Singapura tidak kehilangan jati dirinya.
Sumber : www.channelnewsasia.com