Jamkrindo

Industri Petrokimia Perlu Diselamatkan

Oleh Mukhtar pada 28 Nov 2024, 09:11 WIB

Oil Refinery, Chemical & Petrochemical plant abstract at night.

JAKARTA, Cobisnis.com - Dalam laporan East Asia and Pacific Economic Update edisi Oktober 2024, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,0 persen pada 2024 dan 5,1 persen pada 2025.

Sejumlah proyeksi pertumbuhan ekonomi ini menggambarkan Indonesia masih lebih baik dibandingkan tingkat pertumbuhan kawasan Asia Pasifik. Pertumbuhan kawasan secara umum diperkirakan berkisar 4,8 persen pada 2024 dan melambat ke 4,4 persen pada 2025.

Sementara, di bawah kepemimpinan Presiden terpilih Prabowo Subianto, Pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, yang sejalan dengan visi Pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, meningkatkan investasi, serta mendorong sektor-sektor strategis nasional. Namun, jika tidak didukung dengan regulasi dan tata kelola pemerintahan yang baik, upaya optimis Presiden Prabowo untuk mencapai target pertumbuhan sebesar 8% mustahil direalisasikan.

Jika dilihat kebelakang, proyeksi seputar kondisi ekonomi Indonesia sebenarnya tidak sepenuhnya baik-baik saja. Contohnya sektor manufaktur yang padat karya sedang menghadapi tekanan berat yang berimbas pada peningkatan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sepanjang semester I/2024 saja, tercatat 32.064 pekerja dirumahkan, naik 21,45 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sektor manufaktur yang paling parah mengalami PHK masal yakni industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Dalam dua tahun terakhir sudah sebanyak 30 pabrik tekstil yang tutup. Penutupan pabrik tersebut menyebabkan lebih dari 11.000 orang kehilangan pekerjaannya. Pelemahan ini dipastikan meluas ke sektor lainnya seperti Petrokimia yang berimbas pada penurunan permintaan bahan baku aromatik untuk industri tekstil.

Menurut Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), melemahnya industri tekstil pasti akan berdampak pada kinerja industri petrokimia. “Hal ini lantaran, industri petrokimia memiliki peran penting dalam mendukung berbagai sektor, mulai dari plastik, tekstil, karet sintetis, kosmetik, bahan pembersih hingga farmasi. Apalagi, turunan aromatik saat ini lebih banyak diserap industri tekstil,” ujar Sekjen Inaplas, Fajar Budiyono dalam acara diskusi Bisnis Indonesia Forum: Dukungan Pemerintah Baru Genjot Manufaktur Petrokimia, Kamis (21/11/2024) lalu.

Saat ini, diperkirakan industri petrokimia menghadapi penurunan tingkat utilisasi pabrik hingga 50 persen. .

Selain penetrasi barang impor, industri hulu petrokimia pun masih gamang merealisasikan investasi lantaran ketidakpastian kebijakan. Terdapat kebijakan yang diharapkan mampu menopang kinerja, antara lain insentif harga gas bumi hingga kepastian insentif fiskal berupa tax holiday yang belakangan belum disahkan secara resmi.

“Kondisi penurunan dan ketidakpastian petrokimia diperparah dengan penurunan yang terjadi di industri tekstil, sebagai penyerap produk hulu. Utilisasi industri tekstil saat ini sudah berada di bawah level 50%, bahkan banyak yang menutup pabriknya. Ini terbukti, terkonfirmasi dari penerimaan PPN atas tekstil pada 2023 dan 2024 itu mengalami sedikit penurunan dari sisi value rupiahnya,” katanya.

Di sisi lain, Sekjen Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (Aphindo), Henry Chevaller, turut meminta pemerintah untuk memberikan kebebasan pajak bagi industri hulu petrkokia sehingga bahan baku yang diproduksi hilir dapat lebih terjangkau.

"Berikan free tax untuk industri petrokimia agar kami bisa menyerap bahan baku yang murah dan menciptakan produk jadi plastik yang murah sehingga mampu bersaing dengan produk jadi yang masuk Indonesia," ujar Henry.

Pada kesempatan sama, Ahli Madya Bidang Hilirisasi Minyak dan Gas Bumi BKPM, Ikhsan Adhi Prabowo mengakui peran penting industri petrokimia layak diselamatkan. Dia mengharapkan dari segenap kebijakan yang ada, bisa merangsang kehadiran investasi baru petrokimia.

“Petrokimia merupakan salah satu ibu industri, karena produknya menjadi bahan baku industri lain. Potensinya masih terbuka lebar, harus dimanfaatkan,” ungkapnya.

STRATEGI PEMERINTAH

Pada kesempatan tersebut, Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Wiwik Pudjiastuti menyampaikan pemerintah terus mengupayakan strategi agar situasi industri petrokimia bisa lebih kondusif. Untuk memantau produk impor, misalnya, pemerintah tengah mematangkan instrumen neraca komoditas.

"Kalau dengan neraca komoditas kita bisa melihat pasti selalu by data supply dan demand, kalau supply-nya rendah, demand-nya lebih rendah berarti masih ada potensi untuk impor," kata Wiwik.

Sistem tersebut diperlukan lantaran produk petrokimia dan turunannya masih didominasi produk impor. Padahal, industri petrokimia dalam negeri tengah berjuang memperkuat rantai pasok produksi. 

Dalam catatan Kemenperin, produk petrokimia nasional meliputi olefin memiliki kapasitas produksi mencapai 9,72 juta ton, sementara produk aromatik 4,61 juta ton, dan produk C1 metanol dan turunannya sebesar 980.000 ton.  "Untuk penguatan struktur industri, yang perlu memang untuk penguatan salah satunya adalah melakukan integrasi industri hulu dan hilir," tuturnya. 

Terlebih, Wiwik melihat terdapat rencana proyek industri kimia dengan investasi mencapai US$34 miliar hingga 2030. Terdekat, investasi dari PT Lotte Chemical Indonesia atau Lotte dan Petrokimia Gresik dapat beroperasi pada 2025 mendatang. 

"Harapannya tentu dengan beroperasinya Lotte tahun 2025 ini berarti sebagian kebutuhan petrokimia, khususnya polypropylene [PP] yang masih jauh supply dari demand-nya bisa mengisi permintaan lokal yang saat ini masih terpenuhi produk impor," ujarnya. 

Lebih lanjut, Wiwik menerangkan pemerintah telah berupaya untuk mengajukan usulan pembebasan bea masuk bahan baku petrokimia, khususnya LPG yang saat ini dikenakan biaya 5%. 

Di sisi lain, pihaknya juga tengah membuat peta jalan industri kimia dasar dengan melakukan pendalaman dan menyusun pohon industri berbasis minyak bumi, gas dan batu bara.  Tak hanya itu, untuk memberikan kemudahan bagi industri kimia, pemerintah telah memberikan insentif fiskal berupa kemudahan tax holiday, tax allowance, maupun mini tax holiday, sekaligus perpanjangan masa pengkreditan PPN. 

Sejalan dengan Kemenperin, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Susila Brata turut menuturkan bahwa pihaknya telah menerapkan beragam peraturan untuk menjaga industri di Indonesia termasuk industri petrokimia hulu dan hilir.

Susila menyebutkan bahwa pemerintah telah menetapkan trade remedies untuk saat ini, "Trade remedies merupakan instrument yang dapat dipergunakan oleh negara anggota WTO untuk mengendalikan Importasi barang dalam rangka melindungi produsen domestik dari dampak negatif perdagangan bebas," ujarnya.



Tag Terkait